Kali ini kita akan melihat bagaimana konsep Ahlus Sunnah dalam bersikap terhadap sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Selain itu, akan kita lihat juga bagaimana beberapa firqah (kelompok) seperti syi’ah, khawarij, dan nashibi, terhadap para sahabat. Kita akan lihat bahwa Ahlus Sunnah adalah madzhab pertengahan yang mendapatkan petunjuk dari Allah ‘Azza wa Jalla dalam menyikapi berbagai persoalan.
1. Sikap Kaum Syi’ah (Rafidhah)
Berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras tentang mereka
الْمَعْرُوفُ أَنَّ الرَّافِضَةَ قَبَّحَهُمُ اللَّهُ يَسُبُّونَ الصَّحَابَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ، وَيَلْعَنُونَهُمْ ، وَرُبَّمَا كَفَّرُوهُمْ أَوْ كَفَّرُوا بَعْضَهُمْ ، وَالْغَالِبِيَّةُ مِنْهُمْ مَعَ سَبِّهِمْ لِكَثِيرٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالْخُلَفَاءِ يَغْلُونَ فِي عَلِيٍّ وَأَوْلَادِهِ ، وَيَعْتَقِدُونَ فِيهِمُ الْإِلَهِيَّةَ وَقَدْ ظَهَرَ هَؤُلَاءِ فِي حَيَاةِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِزِعَامَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبَأٍ الَّذِي كَانَ يَهُودِيًّا وَأَسْلَمَ وَأَرَادَ أَنْ يَكِيدَ لِلْإِسْلَامِ وَأَهْلِهِ ؛ كَمَا كَادَ الْيَهُودُ مِنْ قَبْلُ لِلنَّصْرَانِيَّةِ وَأَفْسَدُوهَا عَلَى أَهْلِهَا ، وَقَدْ حَرَّقَهُمْ عَلِيٌّ بِالنَّارِ لِإِطْفَاءِ فِتْنَتِهِمْ.
“Telah diketahui, bahwa kaum rafidhah –semoga Allah burukkan mereka- telah mencaci para sahabat Radhiallahu ‘Anhum, bahkan ada yang mengkafirkan mereka atau mengkafirkan sebagiannya, mayoritas mereka telah mencela kebanyakan para sahabat dan khalifah, dan mereka mengkultus Ali dan anak cucunyanya, dan mereka meyakini mereka (Ali dan anak cucunya) memiliki sifat ketuhanan. Mereka ini nampak pada masa Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan membuat tipu daya terhadap Islam dan pemeluknya, sebagaimana Yahudi terdahulu telah membuat tipu daya terhadap Nasrani dan pemeluknya untuk merusak mereka. Maka, Ali bin Abi Thalib menghukum mati mereka dengan membakarnya demi menutp fitnah yang mereka hasilkan.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 253. Ar Riasah Al ‘Amah Li Idarat Al Buhuts Al ‘ilmiyah wal Ifta’ wal Da’wah wal Irsyad)
Sementara itu, Syaikh Said bin Ali Wafh Al Qahthani dalam kitabnya, yang berjudul sama, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah berkata lebih luas lagi sebagai berikut:
“Ar Rafidhah, yaitu segolongan dari syiah, mereka melampaui batas (ghuluw) dalam memuliakan Ali Radhiallahu ‘Anhu dan Ahli Bait. Mereka memproklamirkan permusuhan terhadap mayoritas sahabat nabi seperti yang tiga (Abu Bakar, Umar, dan Utsman, pen), mengkafirkan mereka, dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan mengkafirkan orang-orang yang memerangi Ali (yakni Aisyah dan pengikutnya ketika perang Jamal, atau Mu’awiyah dan pengikutnya dalam perang Shiffin, pen).
Mereka mengatakan sesungguhnya Ali adalah Imam yang ma’shum. Alasan kenapa mereka dinamakan rafidhah, karena mereka meninggalkan (rafadhuu) Zaid bin Ali bin al Husein ketika mereka mengatakan berlepas diri dari syaikhain (dua syaikh) yaitu Abu bakar dan Umar. Maka Zaid berkata: “Allah melindungi penolong kakekku” (maksudnya Allah melindungi Abu Bakar dan Umar, yang pernah menolong kakeknya, Ali bin Abi Thalib, pen). Karena itu, mereka meninggalkannya, maka mereka dinamakan rafidhah.
Sedangkan kelompok Zaidiyah mereka mengatakan, kami mengikuti mereka berdua (Abu Bakar dan Umar) dan berlepas diri dari orang yang memutuskan hubungan dengan mereka berdua, dan mereka mengikuti Zaid bin Ali bin al Husein, karena itu mereka disebut Zaidiyah (lebih tenar disebut syiah zaidiyah, syiah yang moderat, pen). (Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 57. Mu’asasah Al Juraisi)
Demikian jahatnya mereka terhadap para sahabat nabi, sampai-sampai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menceritakan:
وفضلت اليهود والنصارى على الرافضة بخصلتين سئلت اليهود من خير أهل ملتكم قالوا أصحاب موسى وسئلت النصاري من خير أهل ملتكم قالوا حواري عيسى وسئلت الرافضة من شر أهل ملتكم قالوا أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أمروا بالاستغفار لهم فسبوهم
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih baik daripada orang-orang Rafidhah dalam dua perkara. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Siapakah orang Yahudi yang terbaik?’ mereka menjawab; para sahabat Musa. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Nasrani; ”Siapakah orang nasrani yang paling baik?” mereka menjawab para,” Hawari ‘Isa. “Aku juga bertanya kepada orang-orang Rafidhah,” Siapakah manusia yang paling buruk?” mereka menjawab,”Sahabat Muhammad -Shallallahu 'alaihi wa sallam-. Begitulah mereka diperintahkan agar beristighfar untuk mereka (para sahabat), tetapi justru mencela mereka…”. (Minhajus Sunnah, Juz. 1, Hal. 27. Tahqiq: Muhammad Rasyad Salim. Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh)
Syi’ah Al Imamiyah Itsna ‘Asyariyah (Imam 12) Menganggap Para sahabat telah Murtad dan Munafik
Syi’ah aliran ‘Imam 12’ adalah syi’ah mayoritas yang ada saat ini. Menurut mereka sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seluruh para sahabat telah murtad, kecuali Abu Dzar, Salman, dan Miqdad. Salah seorang tokoh besar mereka, At-Tusturiy berkata, “Sebagaimana Musa telah datang untuk memberi petunjuk dan berhasil memberi petunjuk kepada banyak orang dari kalangan Bani Israil dan selain mereka, lalu mereka murtad di saat Musa masih hidup dan hanya Nabi Harun ‘Alais Salam saja yang bertahan di atas keimanannya, demikian pula Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah datang dan memberi petunjuk kepada banyak orang, akan tetapi mereka murtad sepeninggal beliau.” (At Tustury, Ihqaqu Al Haq, Hal. 316)
Dia juga berkata, “Mereka sebenarnya tidak memeluk Islam tapi hanya menginginkan kedudukan Nabi….. selalunya mereka menyandang kenifakan dan mengalirkan perselisihan.” (Ibid, Hal. 3)
Inilah tuduhan keji kaum Syi’ah terhadap para sahabat yang telah Allah ‘Azza wa Jalla muliakan dalam Al Quran (nanti akan kami buktikan), dan dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tuduhan ini justru bertentangan dengan perkataan Imam mereka sendiri, yaitu Imam Ja’far Ash Shadiq.
” Sahabat Rasul Shallalahu ‘Alahi Wasallam ada 12 000 orang, 8000 dari Madinah dan 1000 dari Makkah dan 2000 dari Thulaqa.Tidak terlihat diantara mereka orang Qadariyah, Haruriyah, Mu’tazilah ataupun penyembah akal, mereka menangis siang dan malam dan berkata ,” Ambilah nyawa kami sebelum kami memakan roti beragi.” (Hasan Asy Syirazi, Asy Sya’air Al Husainiyah, Hal. 8-9)
Bukti-bukti Kejahatan Pemikiran Syi’ah Terhadap Para Sahabat Nabi
Kami akan buktikan kejahatan mereka terhadap para sahabat, khususnya kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan ‘Aisyah. Juga akan kami paparkan secara global kejahatan mereka terhadap para sahabat nabi lainnya. Walaupun catatan kejahatan mereka terhadap sahabat lain juga sangat banyak.
Kejahatan Terhadap Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhuma
Mereka telah membuat kisah-kisah dusta mengatasnamakan orang-orang mulia. Mereka mengatakan bahwa ketika Ali hendak di bai’at, Ali berkata:” Bertepuklah, Allah telah melaknat dua orang”. (Ash Shafar, Bashirud Darajah Al Kubra, Hal. 412) Dalam As Saqifah, Sulaim Bin Qois mengatakan Ali senantiasa melaknat syaikhani (dua orang Syaikh, yakni Abu Bakar dan Umar). Demikian pula- menurut anggapan mereka- Imam Ja’far Ash Shadiq melaknat keduanya setiap selesai shalat wajib. (Al Kurky, Nufatu Al Lahut, q 6/alif 774/ba’)
Kaum syi’ah juga bersemangat mengarang doa-doa dusta yang berisi laknat atas Abu Bakar dan Umar, lalu mereka mengklaim bahwa doa tersebut dikarang oleh Ali, dan Ali senantiasa membacanya ketika qunut. Semoga Allah Ta’ala memburukkan wajah para pendusta itu.
Diantaranya satu do’a yang berjudul “ Do’a untuk dua berhala quraisy”. Do’a ini merupakan do’a khusus bagi kaum Syi’ah dalam melaknat Syaikhani dan dua putrinya yang menjadi isteri Rasul Shalallohu ‘Alaihi Wasalam. Menurut mereka Ali Bin Abi Thalib Radiyallahu 'Anhu juga berqunut dengan do’a ini dalam shalat witirnya. (Al Kasyani, Ilmu Al Yaqin, 2/701)
Kepada Imam Ahli Bait mereka menisbahkan keutamaan hadits ini- yang semuanya adalah dusta- bahwa barang siapa yang membaca do’a ini sekali Allah akan menulis baginya 70.000 kebaikan, menghapus 70.000 keburukan dan mengangkat 70.000 derajat serta memenuhi puluhan ribu kebutuhannya. (Dhiya’u Ash Shalihin, hal.513)
Bahkan, kaum Syi’ah telah memberikan pembelaan terhadap Abu Lu’Lu’ah seorang kafir Majusi pembunuh Umar Al Faruq. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
وينتصرون لأبي لؤلؤة الكافر المجوسي ومنهم من يقول اللهم أرض عن أبي لؤلؤة واحشرني معه
“Mereka membela Abu Lu’lu’ah, seorang kafir Majusi, dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Allah ridhailah Abu Lu’lu’ah, dan kumpulkanlah aku bersamanya.” (Minhajus Sunnah, Juz. 6, Hal. 370-371) Ya! Semoga mereka dikumpulkan bersama Abu Lu’Lu’ah ....
Ash Shaduq meriwayatkan –riwayat dusta- dari Ja’far Ash Shadiq beliau berkata,” Neraka itu memilki tujuh buah pintu yang akan dimasuki Fir’aun, Hamman dan Qarun….”.(Ash Shaduq, Al Khishal, 2/361-362) menurut mereka, Fir’aun adalah Abu Bakar, Hamman adalah Umar, dan Qarun adalah Abdurrahman bin ‘Auf. (Al Kasyani, Ilmul Yaqin, 2/732)
Inilah sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma.
Kejahatan Terhadap Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu
Kedustaan selanjutnya adalah kejahatan mereka terhadap dzu nurain, Utsman bin Affan. Mereka menjulukinya Na’tsal (anjing hutan jantan), mereka menyebut beliau dengan nama itu karena menurut mereka ada kemiripan yang sangat antara Sahabat Utsman Bin Affan Radhiallahu ‘Anhu dengan anjing hutan jantan. Anjing hutan jantan jika memburu mangsanya ia menyetubuhinya terlebih dulu baru memakannya, sedang Utsman Bin Affan – beliau suci dari tuduhan ini- Ia menetapkan hukum had bagi seorang wanita lalu ia menjima’nya untuk kemudian menyuruh merajamnya. ( At Tusturi, Ihqaq Al Haq, Hal. 306) demikianlah kedustaan mereka.
Mereka menisbatkan sebuah perkataan dusta kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu bahwa ia berkata tentang Utsman,”Hasratnya hanya perut dan kemaluan: Diriwayatkan dari Al Kulaini dengan sanadnya dalam kitab Al Kafi dari Ali Bin Abi Thalib ia berkata dalam salah satu khutbahnya,” Dua orang telah mendahului, dan yang ketiga seperti burung gagak, hasratnya hanya perut dan kemaluanya, celakalah ia jika sayapnya digunting dan kepalanya dipotong niscaya itu lebih baik baginya. (Ibnu Tawus, At Taraf, hal 417)
Bukan hanya itu, kaum Syi’ah juga mengkafirkan Utsman dan orang-orang yang tidak mencela Utsman. Ni’matullah Al Jaza’iri berkata :”Sesungguhnya Utsman dizaman Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan nifak.”
Al Kurky berkata, ”Sesungguhnya orang yang dihatinya tidak memusuhi Utsman, menghalalkan kehormatannya dan tidak meyakini kekafirannya maka dia adalah musuh Allah dan RasulNya, kafir terhadap apa yang diturunkan Allah.” (Al Kurky, Nufhatu Al Lahut, q 57/alif)
Inilah sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap Utsman Radhiallahu ‘Anhu.
Kejahatan Syi’ah Terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
Syi’ah juga mengarang cerita bahwa Aisyah memiliki satu pintu di Neraka yang bakal dimasukinya. Al Ayashy menyandarkan riwayat kepada Ja’far Ash Shadiq Rahimahullah– Dan sungguh ia suci dari apa yang mereka nisbahkan- Ia berkata mengenai tafsir ayat Al Qur’an tentang neraka” "لها سبعة أبواب" ( ia memiliki tujuh pintu):” Jahanam didatangkan,ia memiliki tujuh buah pintu…dan pintu ke enam untuk askar…dst. (Al-Majlisy, Biharul Anwar, 4/378)
Askar adalah kinayah (perumpamaan) dari Aisyah RA, sebagaimana dituduhkan Al Majlisi. Al Majlisi menerangkan dinamakan demikian karena diwaktu perang Jamal beliau mengendarai Unta yang bernama Askar. (Al-Baidlawy, Ash Shiratul Mustaqim, 3/131)
Tak puas dengan ini, kaum syi’ah menjuluki beliau dalam beberapa kitab Syi’ah dengan “Ummu Syurur” (Ibid) yang berarti “ Biang kejelekan” dan “ Syaithanah” (Ash Shaduq, Al-Khishalu, 1/190) artinya “setan perempuan”. Mereka menuduhnya telah berdusta kepada Rasulullah. (Al Kalibiy, Al Ushulu minal Kafi, 1/247) Dan bahwa sebutan “ Khumaira’” adalah gelar yang dibenci Allah. (Al-Muhibbu Ath Thabary, As-Samthu Ats Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin, hal. 30) Jadi menurut Syi’ah, ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha adalah kafir, tidak beriman dan termasuk ahli neraka.
Inilah sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha.
Kejatahan Syi’ah Terhadap Para Sahabat Nabi lainnya
Al Kurki dan Al Majlisi- para pembesar ulama syi’ah- menyebutkan bahwa Ja’far Ash Shadiq –dan sungguh beliau jauh dari apa yang mereka tuduhkan- melakanat setiap kali selesai shalat empat orang laki-laki : At Tamimy Al’Adawy – Abu Bakar dan Umar-, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang perempuan : Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummu Hakam, saudara Muawiyah. (Al Majlisy, ‘Ainul Hayah, hal. 599)
Dalam hal melaknat dan tentang sikap berlepas diri mereka : Ibnu Rahawaih Al Qummi –bergelar Ash Shaduq- dan Al Majlisi menukil ijma’ kaum Syi’ah akan hal tersebut, keduannya berkata:” Aqidah kita dalam Al Bara’ adalah : Kita berlepas diri dari empat berhala : Abu Bakar Umar, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang wanita: Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummul Hakam juga seluruh pengikut serta golongannya. Dan mereka adalah seburuk-buruk makhluq di muka bumi. Dan tidak sempurna iman seseorang kepada Allah, Rasul dan para Imam kecuali setelah bara’ dari musuh-musuhnya”. (Ash-Shaduq, Al Hidayah, Q 110/A dan Al Majlisy, Haqqul Yaqin, hal. 59)
Al Bara’ artinya berlepas diri, memusuhi, dan benci. Demikianlah pengakuan mereka sendiri terhadap para sahabat nabi dan isterinya, bahkan sikap itu menjadi standar keimanan bagi mereka.
Mereka juga menuduh Muawiyah masih saja melakukan kesyirikan dan menyembah berhala meski sudah masuk Islam hingga sekian lama. (Az Zanjani, Aqaid Syi’ah Imamiyah Al Itsna Asyariyah, 3/61). Ia menampakkan keislamannya hanya berselang lima bulan sebelum Nabi wafat. (Al Kurki, Nufhatu Al Nufhatu Al Lahut, qaf 14/ba’-1526/alif) dan masuk Islam hanya karena takut akan pedang (Muhammad Ali Al Hasani, Fi Zhilali At Tasyayu’, hal 286) oleh sebab itu ia hanya muslim namanya saja karena ia masih seperti kaum jahiliyah terdahulu (Murtadha Al Askari, Muqaddimah Mir’atu Al Uqul, 1/38) sampai-sampai matipun di lehernya dikalungi salib (Al Bayadhi, As Sirat Al Mustaqim, 3/50). Muawiyah itu lebih buruk dari Iblis (Al Hali, Minhajul Karamah, hal 116) sikap kezindikannya melebihi Iblis (Mamaqani, Tanqihul Maqal, 3/222). Ia benar-benar seorang pemimpin kesesatan (Ibnu Abi Al Hadid, Syarh Nahju Al Balaghah, 20/15) , Imam kekafiran (Al Murtadha, Asy Syafie, hal.287), Fir’aunnya Umat ini (Ash Shaduq, Al Khisal, 2/457-460) , munafik, keras kepala atau “ngeyel” terhadap Allah, Rasul dan kaum Mukminin. (Muhammad Jawwad Mughniyah, Asy Syi’ah wal Hakimun, hal. 39) Musuh keluarga Muhammad Shallalahu ‘Alahi wa Sallam terutama Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu. (Mughniyah, Asy Syi’ah wal Mizan, hal 255). Ia mati dalam keadaan kafir sehingga ia kekal dineraka.
Mereka melandaskan tuduhan bahwa Mu’awiyah kekal dineraka pada sabda Rasul yang menurut mereka pernah mengatakan,” Allah memperlihatkan kepadaku Hari Kiamat dan huru-haranya dalam tidurku, jannah dan kenikmatannya, neraka berikut azab, aku melihat neraka tiba-tiba aku melihat Muawiyah Bin Abu Sufyan dan Amru Bin Al Ash sedang berdiri diatas bara jahanam dan kepalanya dilempari batu jahanam oleh malaikat Zabaniyah yang berkata kepada keduanya ,” Tidakkah kamu beriman pada kekuasaan Ali ‘Alaihi Salam?!”. (Al Bahrani, Al Burhan, 4/477-478)
Demikianlah setetes kejahatan Syi’ah terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semoga Allah Ta’ala hancurkan mulut-mulut mereka.
2. Sikap Kaum Khawarij
Tentang mereka, berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras sebagai berikut:
وَأَمَّا الْخَوَارِجُ ؛ فَقَدْ قَابَلُوا هَؤُلَاءِ الرَّوَافِضَ ، فَكَفَّرُوا عَلِيًّا وَمُعَاوِيَةَ وَمَنْ مَعَهُمَا مِنَ الصَّحَابَةِ ، وَقَاتَلُوهُمْ وَاسْتَحَلُّوا دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ .
“Ada pun Khawarij, mereka bertolak belakang dnegan syi’ah, mereka mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah dan para sahabat yang mengikuti mereka berdua, mereka memeranginya, dan menghalalkan darah dan harta meraka (Ali dan Muawiyah serta pengikutnya, pen).” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 254)
Demikianlah, kaum Khawarij tidak mengkafirkan sebagian besar sahabat, hanya mengkafirkan para sahabat setekah peristiwa tahkim (arbitrase) pasca perang Shiffin antara kubu Ali yang diwakili Abu Musa Al Asy’ari melawan kubu Mu’awiyah yang diwakili oleh Amr bin Al ‘Ash. Mereka mengkafirkan orang-orang yang ikut peristiwa itu, lantara menurut mereka, para sahabat ini telah melakukan tahkim (menetapkan keputusan) dengan hukum buatan manusia (yakni Abu Musa dan Amr), karena menurut mereka Inil Hukmu Illa Lillah (hukum itu hanya milik Allah).
Jadi, lantaran peristiwa politik ini, berbuntut lahirnya dua gerakan teologi ekstrim, yakni Syi’ah (pengikut) Ali dan Khawarij (dari kata kharaja artinya keluar) yang mengkafirkan Ali. Sementara Ahlus Sunnah yakni jumlah mayoritas bersikap seadil-adilnya, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti.
3. Sikap Kaum Nashibi
Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:
“An Nawashib, mereka memproklamirkan permusuhan terhadap Ahli Bait dan melaknat apa-apa yang ada pada mereka.” (Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 59)
Mereka memusuh Ali, Fathimah, dan semua keturunannya. Perbedaannya dengan khawarij adalah khawarij selain Ahlul Bait dan pengikutnya, juga melaknat Muawiyah dan pengikutnya.
4. Sikap Ahlus Sunnah wal Jamaah
Syaikh Muhammad Khalil Hiras mengatakan:
وَأَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ ؛ فَكَانُوا وَسَطًا بَيْنَ غُلُوِّ هَؤُلَاءِ وَتَقْصِيرِ أُولَئِكَ ، وَهَدَاهُمُ اللَّهُ إِلَى الِاعْتِرَافِ بِفَضْلِ أَصْحَابِ نَبِيِّهِمْ ، وَأَنَّهُمْ أَكْمَلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِيمَانًا وَإِسْلَامًا وَعِلْمًا وَحِكْمَةً ، وَلَكِنَّهُمْ لَمْ يَغْلُوا فِيهِمْ ، وَلَمْ يَعْتَقِدُوا عِصْمَتَهُمْ ؛ بَلْ قَامُوا بِحُقُوقِهِمْ ، وَأَحَبُّوهُمْ لِعَظِيمِ سَابِقَتِهِمْ وَحُسْنِ بَلَائِهِمْ فِي نُصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَجِهَادِهِمْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Ada pun Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka golongan pertengahan antara yang mereka yang ekstrim dan mereka yang meremehkan. Allah telah memberikan mereka petunjuk untuk mengetahui keutamaan para sahabat nabi mereka, dalam umat ini mereka adalah yang paling sempurna keimanan, keislaman, keilmuan dan hikmah. Tetapi mereka tidak pernah melampaui batas terhadap para sahabat, tidak meyakini mereka memiliki ‘ishmah (bebas dari dosa), bahkan mereka bersikap sesuai hak para sahabat, mencintai mereka lantaran terdahulunya mereka dan bagusnya ujian mereka dalam membela Islam dan jihad mereka bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 254)
Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:
“Ahlus Sunnah wal Jamaah, Allah memberikan hidayah kepada mereka untuk tetap di atas kebenaran. Mereka bersikap tidak melampaui batas terhadap Ali Radhiallahu ‘Anhu dan Ahli bait, mereka tidak memusuhi para sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim, tidak mengkafirkannya, tidak pula bersikap seperti golongan Nawashib yang memusuhi Ahli bait.
Bahkan mereka mengetahui hak keseluruhan mereka dan keutamaannya, dan mengikuti mereka serta mengutamakan mereka sesuai urutannya; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali Radhiallahu ‘Anhum. Dan mereka tidak mau memasuki apa-apa (perselisihan, pen) yang terjadi di antara sahabat. Maka, mereka (Ahlus Sunnah) pertengahan antara ekstrimitas rafidhah atau sikap keras khawarij. (Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 59)
Ahlus Sunnah senantiasa menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman mereka dalam hidup, termasuk dalam menyikapi kedudukan para sahabat Radhiallahu ‘Anhum. Ahlus Sunnah bersikap sebagaimana Al Quran dan As Sunnah bersikap.
Pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap Para Sahabat
Allah Ta’ala berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath (48): 29)
Ayat ini begitu jelas pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap orang-orang beriman yang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu para sahabatnya. Kehadiran mereka dan perkembangan jumlah mereka yang begitu pesat membuat jengkel dan marah hati orang kafir. Oleh karena itu Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu mengatakan tentang kafirnya kaum Syi’ah:
لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية. ووافقه طائفة من العلماء على ذلك
“Karena mereka (kaum Syi’ah) marah (jengkel) kepada para sahabat, dan barangsiapa yang marah kepada para sahabat, maka dia kafir menurut ayat ini. Dan sekelompok ulama menyepakati hal itu.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/362. Mu’asasah Ar Risalah)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah mengakui keimanan, mereka diampuni, dan diberikan rezeki bagi para sahabat nabi, kaum muhajirin dan anshar:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfal (8): 74)
Allah Ta’ala juga memuji pergaulan kaum muhajirin dan anshar:
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan kebenaran orang-orang yang ikut hijrah:
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“(juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar. dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr (59): 8-9)
Selain itu, Allah Ta’ala juga menyebut para sahabat dengan istilah khairu ummah (umat terbaik):
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran (3): 110)
Para salaf menafsirkan makna, ‘Kamu adalah umat yang terbaik’ yakni para sahabat yang menyertai Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Inilah tafsir dari Ibnu Abbas sedangkan Umar bin Al Khathab mengatakan itu adalah secara khusus ayat ini untuk para sahabat nabi, dan siapapun bisa menjadi umat terbaik dengan cara amr ma’ruf nahi munkar. Ikrimah mengatakan ayat ini turun tentang Ibnu Mas’ud, Salim pelayan Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab, dan Muadz bin Jabal. Sementara, Adh Dhahak mengatakan itu tentang para saabat nabi. Sementara yang lain mengatakan, bahwa kalian ini adalah umat terbaik jika melakukan syarat-syaratnya, yakni amar ma’ruf nahi munkar. Ada juga yang mengatakan, kalian adalah umat terbaik bagi manusia, lantaran paling banyak merespon Islam. (Jami’ Al Bayan, 7/100-104)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan surga bagi generasi As Sabiqunal Awwalun, kalangan muhajirin dan anshar, dan Allah ‘Azza wa Jalla telah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9); 100)
Ada tiga kelompok sahabat yang disebut dalam ayat ini, pertama, as sabiqunal awwalun. Kedua, muhajirin dan anshar. Ketiga, dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Para ulama salaf mengatakan makna As Sabiqunal Awwalun (Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam) adalah orang-orang yang ikut dalam bai’atur ridhwan.[1] Inilah pendapat ‘Amir dan Asy Sya’bi. Ulama salaf yang lain mengatakan mereka adalah yang pernah mengalami shalat dengan dua kiblat, pernah mengalami ketika kiblat masih menghadap Al Aqsha, dan ketika kiblat di pindah ke Ka’bah. Inilah pendapat Abu Musa Al Asy’ari, Said bin Al Musayyib, Muhammad bin Sirin, Asy’ats, dan Qatadah. (Ibid, 14/435-437)
Sedangkan makna ‘dan orang-orang yang mengikuti mereka’ orang-orang yang berislam setelah peristiwa hijrah. Imam Ibnu Jarir berkata:
وأما الذين اتبعوا المهاجرون الأولين والأنصار بإحسان، فهم الذين أسلموا لله إسلامَهم، وسلكوا منهاجهم في الهجرة والنصرة وأعمال الخير.
“Ada pun orang-orang yang mengikuti orang-orang yang pertama hijrah dan kaum anshar dengan cara baik, maka mereka itulah yang memasrahkan dirinya kepada Allah dengan keislaman mereka, mereka menempuh jalan para endahulunya dalam hijrah, menolong, dan melakukan amal kebaikan.” (Ibid, 14/437)
Tentang kemuliaan mereka, Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam ayatNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hasyr (59): 10)
Ayat lainnya:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anfal (8): 75)
Sementara dalam ayat lain, Allah Ta’ala telah memberi ampunan kepada para sahabat, sebagai berikut:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS. At Taubah (9): 117)
Para sahabat yang ikut Bai’atur Ridhwan juga mendapatkan pujian dari Allah Ta’ala:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath (48): 18)
Pada bulan Zulqa’idah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat Al Fath ini, karena itu disebut Bai'atur Ridhwan. Bai'atur Ridhwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
Dan masih banyak ayat-ayat lainnya namun saya kira ini sudah mencukupi.
Pujian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Terhadap Para Sahabat secara Global
Pertama. Hadits ‘Sebaik-baiknya manusia adalah zamanku ...’
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, dan kemudian setelahnya, dan kemudian setelahnya.” (HR. Bukhari No. 2509, 3451, 6065, 6282. Muslim No. 2533. At Tirmidzi No. 2320, dari Imran bin Al Hushain)
Manusia zaman nabi tentunya adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Imam An Nawawi Rahimahullah menerangkan:
الصحيح أن قرنه صلى الله عليه وسلم والصحابة، والثاني التابعون، والثالث تابعوهم
“Yang benar adalah bahwa manusia terbaik adalah zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat, kedua tabi’in, ketiga adalah orang-orang yang mengikuti mereka.” (Syarh Shahih Muslim, Bab Fadhlush Shahabah, No. 4603. Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri:
قوله: "خير الناس قرني" أي أهل قرني. قال الحافظ والمراد بقرن النبي صلى الله عليه وسلم في هذا الحديث الصحابة
“Sabdanya: Sebaik-baik manusia adalah zamanku, yaitu yang hidup pada zamanku. Berkata Al Hafizh (Ibnu Hajar), yang dimaksud pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini adalah sahabat nabi.” (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 6/469. Al Maktabah As Salafiyah. Madinah Al Munawarah)
Kedua. hadits ‘Jangan cela para sahabatku ...’
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Jangan kalian cela para sahabatku, seandainya salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar Uhud itu tidak akan bisa menyamai satu mud-nya mereka bahkan setengahnya.” (HR. Bukhari No. 3470. Muslim No. 2540. At Tirmidzi No. 3952)
Imam Al Baidhawi mengatakan:
مَعْنَى الْحَدِيث لَا يَنَال أَحَدكُمْ بِإِنْفَاقِ مِثْل أُحُد ذَهَبًا مِنْ الْفَضْل وَالْأَجْر مَا يَنَال أَحَدهمْ بِإِنْفَاقِ مُدّ طَعَام أَوْ نَصِيفه
“Makna hadits adalah tidaklah infakkan kalian walau emas sebesar gunung Uhud mampu menyamai keutamaan dan pahala yang sudah diraih oleh salah seorang mereka (para sahabat) yang sebesar satu mud makanan atau setengahnya saja.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/34. Darul Fikr)
Demikian keras larangan mencela para sahabat nabi, namun kaum Syi’ah mencela mereka, dan hal itu sama juga telah mencela orang-orang yang dicintainya.
Ketiga. Keutamaan Ahli Badr, ‘ Lakukan apa saja Allah Telah mengampuni kalian ..’
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم
“Lakukan apa saja oleh kalian, kalian telah diampuni.” (HR. Bukhari No. 2845, 4025, 4608. At Tirmidzi No. 3360, Ibnu Abi Syaibah No. 51, 74. Al Hakim No. 6968, dari jalur Abu Hurairah, katanya: shahih. Ibnu Hibban No. 4798, juga dari jalur Abu Hurairah)
Keempat. Keutamaan para Perserta Bai’atur Ridhwan, ‘Tidak akan masuk neraka orang yang ikut bai’at di bawah pohon ..’
Dalam Al Quran, Allah ‘Azza wa Jalla telah memuji mereka. Berikut adalah pujian dari Rasulullah untuk mereka.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يدخل النار ممن بايع تحت الشجرة
“Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbai’at di bawah pohon.” (HR. Abu Daud No. 4653. At Tirmidzi No. 3795, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 7980)
Dari Jabir juga, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ إِلَّا صَاحِبَ الْجَمَلِ الْأَحْمَرِ
“Benar-benar akan masuk surga orang-orang yang berbai’at di bawah pohon, kecuali pemilik Unta Merah.” (HR. At Tirmidzi No. 3955, katanya: hasan gharib. Al Haitsami mengatakan, hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bazar dari Ibnu Abbas, rijalnya shahih kecuali Hidasy bin ‘Iyasy, dia tsiqah, Majma’ Az Zawaid, 9/161)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan tentang maksud ‘Pemilik Unta Merah.’ Katanya:
قيل : هو الجد بن قيس المنافق
“Dikatakan: dia adalah Al Jadd bin Qais seorang munafiq.” (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 8/157. Maktabah Al Misykat)
Kelima. Menyakiti para sahabat adalah sama dengan menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ وَمَنْ آذَى اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ
“Bertaqwal-lah kalian kepada Allah terhadap hak-hak sahabatku, jangan jadikan mereka sasaran kata-kata keji setelah aku wafat. Barangsiapa yang mencintai mereka (para sahabat) maka dengan kecintaanku, aku akan mencintai mereka (orang yang mencintai sahabat), dan barangsiapa yang membenci mereka, maka dengan kebencianku, aku akan membenci mereka (orang yang membenci sahabat), dan barangsiapa yang menyakiti mereka maka dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa yang telah menyakiti aku, maka dia telah menyakiti Allah, dan barangsiapa yang menyakiti Allah, maka Dia akan memberinya azab.” (HR. At Tirmidzi No. 3954, katanya: hasan gharib. Ahmad No. 19641)
Pujian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Kepada Para Sahabat Secara Personal
Ingin sekali saya memaparkan berbagai keutamaan personal para sahabat, namun karena keterbatasan waktu dan ruang, saya hanya paparkan keutamaan para sahabat yang diserang oleh kaum Syi’ah, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Mu’awiyah. Ini pun hanya sebagian nama-nama saja, sebenarnya lebih banyak lagi para sahabat yang dicela oleh kaum Syi’ah.
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وَاتَّفَقَ أَهْل السُّنَّة عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ أَبُو بَكْر ، ثُمَّ عُمَر . قَالَ جُمْهُورهمْ : ثُمَّ عُثْمَان ، ثُمَّ عَلِيّ . وَقَالَ بَعْض أَهْل السُّنَّة مِنْ أَهْل الْكُوفَة بِتَقْدِيمِ عَلِيّ عَلَى عُثْمَان ، وَالصَّحِيح الْمَشْهُور تَقْدِيم عُثْمَان . قَالَ أَبُو مَنْصُور الْبَغْدَادِيّ : أَصْحَابنَا مُجْمِعُونَ عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ الْخُلَفَاء الْأَرْبَعَة عَلَى التَّرْتِيب الْمَذْكُورَة ثُمَّ تَمَام الْعَشَرَة ، ثُمَّ أَهْل بَدْر ، ثُمَّ أُحُد ، ثُمَّ بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَمِمَّنْ لَهُ مَزِيَّة أَهْل الْعَقَبَتَيْنِ مِنْ الْأَنْصَار ، وَكَذَلِكَ السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ ، وَهُمْ مَنْ صَلَّى إِلَى الْقِبْلَتَيْنِ فِي قَوْل اِبْن الْمُسَيِّب وَطَائِفَة ، وَفِي قَوْل الشَّعْبِيّ أَهْل بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَفِي قَوْل عَطَاء وَمُحَمَّد بْن كَعْب أَهْل بَدْر
“Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa sahabat yang paling utama adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Lalu mayoritas mengatakan: Utsman, kemudian Ali. Sebagian Ahlus Sunnah mengatakan dari Penduduk Kufah lebih mengutamakan Ali dibanding Utsman, yang shahih adalah mengutamakan Utsman. Abu Manshur Al Baghdadi berkata: ‘Sahabat-sahabat kami telah ijma’ bahwa para sahabat yang paling utama adalah khalifah yang empat sesuai urutan yang telah disebutkan, kemudian sepuluh orang (yang dijamin masuk surga), kemudian Ahli Badr, kemudian Uhud, kemudian Bai’atur Ridhwan, dan orang-orang mulia yang ikut serta dalam dua kali Bai’at ‘Aqabah dari kalangan Anshar, demikian juga as sabiqunal awwalun, mereka adalah orang yang pernah mengenyam dua buah kiblat menurut Said bin Al Musayyib, dan menurut Asy Sya’bi mereka adalah pengikut Bai’atur Ridhwan, ada pun menurut Atha’, Muhammad bin Ka’ab, mereka adalah Ahli Badr. (Syarh Shahih Muslim, Muqadimah Bab Fadhailush Shahabah, Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Tentang urutan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, memiliki dasar shahih sebagai berikut:
Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu, berkata:
كُنَّا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَعْدِلُ بِأَبِي بَكْرٍ أَحَدًا ثُمَّ عُمَرَ ثُمَّ عُثْمَانَ ثُمَّ نَتْرُكُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نُفَاضِلُ بَيْنَهُمْ
“Dahulu kami pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidaklah membandingkan Ab Bakar dengan siapa pun, kemudian Umar, kemudian Utsman, barulah kami membiarkan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kami tidak mengutamakan satu sama lain di antara mereka.” (HR. Bukhari No. 3455, 3494)
Keutamaan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِي وَصَاحِبِي
“Seandainya saya mengambil kekasih dari kalangan umatku, maka aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku, tetapi dia adalah saudaraku dan sahabatku.” (HR. Bukhari No. 3456)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (QS. At Taubah (9): 40)
Imam Bukhari meriwayatkan tentang ayat ini:
قالت عائشة وأبو سعيد وابن عباس رضي الله عنهم: وكان أبو بكر مع النبي صلى الله عليه وسلم في الغار
Berkata ‘Aisyah, Abu Said, dan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhum: adalah Abu Bakar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam gua. (HR. Bukhari No. 3692)
Ini juga diceritakan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq sendiri, katanya:
قلت للنبي صلى الله عليه وسلم وأنا في الغار: لو أن أحدهم نظر تحت قدميه لأبصرنا، فقال: (ما ظنك يا أبا بكر باثنين الله ثالثهما).
“Aku berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan saat itu aku sedang di gua: ‘Seandainya salah seorang mereka melihat ke bawah kakinya niscaya kita akan terlihat.” Rasulullah bersabda: “Tidakkah engkau kira wahai Abu Bakar dengan dua orang, Allah-lah yang ketiganya.” (HR. Bukhari No. 3453, 4386, 3707)
Gelar Ash Shiddiq adalah pemberian Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya, setelah peristiwa Isra’ Mi’raj. Abu Yahya berkata, aku mendengar Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu bersumpah:
أن الله أنزل اسم أبي بكر من السماء الصديق
“Sesungguhnya Allah menurunkan nama dari langit bagi Abu Bakar dengan Ash Shiddiq.” (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 14. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Ahad wal Matsani, No. 6, Abu Nu’aim, Ma’rifatu Ash Shahabah, No. 56)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: rijalnya tsiqat (kredibel) (Fathul Bari, 7/9. Darul Fikr. Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi, 10/138. Al Maktabah As Salafiyah) begitu juga kata Imam Al Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 9/41. Darul Kutub Al ‘Ilmiah) sedangkan Imam As Suyuthi mengatakan jayyid shahih (Tarikhul Khulafa’, Hal. 11)
Ucapan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu ini menjadi penegas dustanya kaum Syi’ah. Abu Bakar yang mereka sebut dengan ‘Fir’aun’ justru Ali telah membelanya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أما إنك يا أبا بكر أول من يدخل الجنة من أمتي
“Ada pun engka wahai Abu Bakar, adalah orang perama dari umatku yang akan masuk surga.” (HR. Abu Daud, No. 4652. Ath Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 538. Dishahihkan oleh Al Hakim, Tarikhul Khulafa’ Hal. 20)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah ridha bahwa Abu Bakar adalah penggantinya. Diriwayatkan oleh Jubeir bin Mut’im, dari ayahnya:
أتت امرأة النبي صلى الله عليه وسلم، فأمرها أن ترجع إليه، قالت: أرأيت إن جئت ولم أجدك؟ كأنها تقول: الموت، قال صلى الله عليه وسلم: (إن لم تجديني فأتي أبا بكر).
“Datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka nabi memerintahkannya untuk kembali lagi kepadanya. Wanita itu berkata: ‘Apa pendapatmu jika aku datang tetapi tidak berjumpa lagi denganmu?’ Seakan wanita itu mengatakan: Sudah wafat. Beliau bersabda: ‘Jika angkau tidak menemui aku, maka datanglah kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari No. 3459, 6927, 6794. Muslim No.2386. At Tirmidzi No. 3758)
Imam As Suyuthi telah menulis demikian:
وفي حديث ابن زمعة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرهم بالصلاة وكان أبو بكر غائباً فتقدم عمر فصلى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " لا لا لا يأبى الله والمسلمون إلا أبا بكر يصلي بالناس أبو بكر " . وفي حديث ابن عمر " كبر عمر فسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم تكبير فأطلع رأسه مغضباً فقال أين ابن أبي قحافة " .
قال العلماء: في هذا الحديث أوضح دلالة على أن الصديق أفضل الصحابة على الإطلاق وأحقهم بالخلافة وأولاهم بالإمامة
“Dalam hadits Ibnu Zam’ah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka shalat berjamaah dan saat itu Abu Bakar sedang tidak ada, maka majulah Umar ke depan, Nabi bersabda: “Tidak, tidak, tidak, Allah dan kaum msulimin akan menolak kecuali Abu Bakar, maka Abu Bakar pun shalat (jadi Imam) bersama manusia.”
Dalam riwayat Ibnu Umar: “Umar bin Al Khathab takbir (memimpin shalat berjamaah), maka Rasulullah mendengar takbirnya Umar, lalu dia menampakkan kepalanya dan berkata: “Di mana Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar)?”
Berkata para ulama: “Ini merupakan dalil yang jelas bahwa Abu Bakar merupakan sahabat paling utama secara mutlak, yang berhak dengan khilafah, dan paling utama dalam imamah.” (Tarikhul Khulafa’ Hal. 24)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:
أنت صاحبي على الحوض، وصاحبي في الغار
“Engkau adalah sahabatku di haudh (telaga) dan sahabatku di gua.” (HR. At Tirmidzi No. 3752, katanya: hasan shahih gharib. Alauddin Al Muttaqi A l Hindi, Kanzul ‘Ummal, No. 32559. Al Fadhl Sayyid Abul Ma’athi An Nuri, Al Musnad Al Jami’ No. 8183)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:
من أصبح منكم اليوم صائما؟ " قال أبو بكر: أنا. قال "فمن تبع منكم اليوم جنازة؟ " قال أبو بكر: أنا. قال "فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟ " قال أبو بكر: أنا. قال "فمن عاد منكم اليوم مريضا؟" قال أبو بكر: أنا. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "ما اجتمعن في امرئ إلا دخل الجنة
“Siapakah di antara kalian yang berpuasa pagi ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang ikut meiringi jenazah hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang sudah menjenguk orang sakit hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidaklah semuanya terkumpul pada seseorang melainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)
Keutamaan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:
لقد كان فيما كان قبلكم من الأمم ناس محدثون، فإن يكن في أمتي أحد فإنه عمر
“Telah ada pada zaman sebelum kalian umat manusia yang muhaddatsun, jika ada umatku yang seperti itu, maka Umar-lah orangnya.” (HR. Bukhari No. 3486. At Tirmidzi No. 3776)
Imam An Nawawi menyebutkan, bahwa Muhaddatsun menurut Ibnu Wahab adalah orang yang mendapatkan ilham. Ulama lain: yang zhan (prasangka)nya benar. Ulama lain: diajak bicara oleh malaikat. Imam Bukhari: orang yang selalu berbicara benar, dan merupakan kepastian karamah bagi para wali. (Syarh Shahih Muslim, No. 4411. Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن الشيطان ليخاف منك يا عمر
“Sesungguhnya syetan benar-benar takut kepadamu wahai Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3773, katanya: hasan shahih gharib)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إيها يا ابن الخطاب، والذي نفسي بيده، ما لقيك الشيطان سالكا فجا قط إلا سلك فجا غير فجك
“Wahai Ibnul Khathab, demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidaklah syetan bertemu denganmu di sebuah jalan sedikit pun, melainkan dia akan menempuh jalan lain selain jalanmu.” (HR. Bukhari No. 3120, 3480. Muslim No. 2396)
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu:
ما زلنا أعزة منذ أسلم عمر.
“Kami senantiasa memiliki ‘izzah semenjak keislaman Umar.” (HR. Bukhari No. 3481)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة، فقال: متى الساعة؟ قال: (وماذا أعددت لها). قال: لا شيء، إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم، فقال: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر، وأرجو أن أكون معهم بحبي إياهم، وإن لم أعمل بمثل أعمالهم.
“Bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kiamat, dia bertanya: “Kapankah kiamat?” Beliau bersabda: “Apa yang kau telah persiapkan?” Laki-laki itu menjawab: “Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya.” Maka Nabi bersabda: “Engkau akan hidup bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata: “Tidaklah ada kebahagiaanku terhadap sesuatu seperti kebahagianku dengan ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Engkau akan hidup bersama orang yang engkau cintai.” Berkata Anas: “Saya mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar, aku berharap bisa bersama mereka dengan kehidupan seperti mereka, walau pun amalku tidaklah sebanding dengan amal mereka.” (HR. Bukhari No. 3485, 5815, 5819, 6734)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن الله جعل الحق على لسان عمر وقلبه
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran atas lisan dan hati Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3765, katanya: hasan shahih gharib. Imam Al Hakim menshahihkan, Al Mutadrak No. 4476 )
Dari ‘Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لو كان نبي بعدي لكان عمر بن الخطاب
“Seandainya ada nabi setelah aku, maka Umar bin Al Khathab orangnya.” (HR. At Tirmidzi No. 3769, katanya: hasan gharib. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 13911)
Dalam beberapa riwayat nama Abu Bakar dan Umar senantiasa digandengkan, di antaranya:
Dari Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
“Ikutilah oleh kalian dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3742, katanya: hasan. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah No. 97. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hadits ini didhaifkan oleh Al Bazzar dan Ibnu Hazm, lantaran Abdul Malik pelayan Rib’iy adalah seorang yang majhul (tidak dikenal). Al Hakim telah meriwayatkan pula penguatnya dari jalur Ibnu Mas’ud, namun sanadnya terdapat Yahya bin Salamah bin Kuhail seorang yang dhaif. Lihat Talkhish Al Habir, No. 2592. Namun menurut Imam Al Munawi hadits ini bisa dikuatkan oleh riwayat dari Ibnu Mas’ud tersebut, lihat Faidhul Qadir No. 1318-1319. Syaikh Al Albani pun menshahihkan riwayat dari Ibnu Mas’ud. Lihat Shahihul Jami’ No. 1144)
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan, bahwa hadits ini menunjukkan bagusnya perjalanan hidup mereka berdua dan isyarat terhadap urusan kekhilafahan mereka berdua, sebagaimana dikatakan oleh Al Munawi. (Tuhfah Al Ahwadzi, 10/147. Al Maktabah As Salafiyah)
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ما من نبي إلا وله وزيران من أهل السماء، ووزيران من أهل الأرض، فأما وزيراي من أهل السماء، فجبرئيل وميكائيل، وأما وزيراي من أهل الأرض فأبو بكر وعمر
“Tidaklah seorang nabi melainkan dia memiliki dua asisten dari penduduk langit, dan dua asisten dari peduduk dunia. Ada pun asistenku dari penduduk langit adalah Jibril dan Mikail, sedangkan asistenku dari penduduk dunia adalah Abu Bakar dan Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3761, katanya: hasan gharib. Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan hadis ini juga dikeluarkan oleh Al Hakim, dia menshahihkannya. Lihat Tuhfah Al Ahwadzi, 10/166 )
Keutamaan Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Amr, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من جهز جيش العسرة فله الجنة . فجهزه عثمان.
“Barangsiapa yang membantu persiapan Jaisyul ‘Usrah, maka baginya surga.” Maka Utsman memberikan bantuan. (HR. Bukhari No. 2626)
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
دخل أبو بكر فلم تهتش له. ولم تباله. ثم دخل عمر فلم تهتش له ولم تباله. ثم دخل عثمان فجلست وسويت ثيابك! فقال "ألا أستحي من رجل تستحي منه الملائكة".
“Abu Bakar masuk kau tidak rapi-rapi untuknya dan tidak peduli. Kemudian Umar masuk kau tidak rapi-rapi untuknya dan tidak peduli. Kemudian masuk Utsman, kau duduk dan merapikan pakaianmu.” Maka Rasulullah bersabda: “Apakah aku tidak malu kepada laki-laki yang malaikat saja malu kepadanya?” (HR. Muslim No. 2401)
Keutamaan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أنت مني وأنا منك
“Engkau adalah bagian dariku, dan Aku pun bagian darimu.” (HR. Bukhari No. 4005)
Umar bin Al Khathab mengatakan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal, beliau dalam keadaan ridha terhadap Ali bin Abi Thalib Radhialllahu ‘Anhu. (HR. Bukhari No. 3497)
Dari Saad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali:
أنت مني بمنزلة هارون من موسى. إلا أنه لا نبي بعدي
“Kedudukanmu terhadapku, sama halnya kedudukan Harun terhada Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi setelah aku.” (HR. Muslim No. 2404)
Keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu
Berkata Ibnu Abi Malikah:
أَوْتَرَ مُعَاوِيَةُ بَعْدَ الْعِشَاءِ بِرَكْعَةٍ وَعِنْدَهُ مَوْلًى لِابْنِ عَبَّاسٍ فَأَتَى ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّهُ قَدْ صَحِبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Mu’awaiyah shalat witir dengan satu rakaat setelah ‘isya, dan di sisinya ada pelayan, lalu pelayan itu mendatangi Ibnu Abbas, berkatalah Ibnu Abbas: Biarkanlah dia, dia adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari No. 3553)
Dari Ibnu Abi Malikah, dia berkata:
قيل لابن عباس: هل لك في أمير المؤمنين معاوية، فإنه ما أوتر إلا بواحدة؟ قال: أصاب، إنه فقيه.
Ditanyakan kepada Ibnu Abbas: apakah engkau tahu tentang amirul mu’minin Mu’awiyah, bahwa dia tidaklah witir kecuali satu rakaat?, Ibnu Abbas berkata: “Dia benar, dia itu seorang faqih (faham agama).” (HR. Bukhari No. 3554)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
وَقَوْله : " دَعْهُ " أَيْ اُتْرُكْ الْقَوْل فِيهِ وَالْإِنْكَار عَلَيْهِ " فَإِنَّهُ قَدْ صَحَّتْ " أَيْ فَلَمْ يَفْعَل شَيْئًا إِلَّا بِمُسْتَنَدٍ
Ucapan Ibnu Abbas (tinggalkan dia) artinya biarkan dia. Ucapan ini di dalamnya terdapat pengingkaran atas pelayan tersebut, sesungghnya Mu’awiyah telah benar, artinya tidaklah dia melakukan sesuatu melainkan memiliki sandaran. (Fathul Bari, 7/104)
Keutamaan ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
‘Aisyah berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadaku:
يا عائش، هذا جبريل يقرئك السلام). فقلت: وعليه السلام ورحمة الله وبركاته، ترى ما لا أرى. تريد رسول الله صلى الله عليه وسلم.
“Wahai ‘Aisyah, ini Jibril kirim salam buatmu.” Aku menjawab: “ ’Alaihissalam wa Rahmatullah wa Barakatuh, kau melihat apa yang aku tidak lihat.” Yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (HR. Bukhari No. 3557, 3045)
Berkata Abu Musa Al Asy’ari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وفضل عائشة على النساء كفضل الثريد على سائر الطعام
“Keutamaan ‘Aisyah dibanding para wanita adalah seperti keutamaan At Tsarid di atas semua makanan.” (HR. Bukhari No. 3230, 3558)
Ats Tsarid adalah roti yang dibubuhi daging, dan makanan paling bergengsi saat itu.
Demikianlah. Pandnagan Al Quran dan As Sunnah terhadap ara sahabat secara global dan khusus. Sebenarnya masih sangat banyak, namun ini sudah cukup mewakili sikap Ahlus Sunnah terhadap para sah<>
1. Sikap Kaum Syi’ah (Rafidhah)
Berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras tentang mereka
الْمَعْرُوفُ أَنَّ الرَّافِضَةَ قَبَّحَهُمُ اللَّهُ يَسُبُّونَ الصَّحَابَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ، وَيَلْعَنُونَهُمْ ، وَرُبَّمَا كَفَّرُوهُمْ أَوْ كَفَّرُوا بَعْضَهُمْ ، وَالْغَالِبِيَّةُ مِنْهُمْ مَعَ سَبِّهِمْ لِكَثِيرٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالْخُلَفَاءِ يَغْلُونَ فِي عَلِيٍّ وَأَوْلَادِهِ ، وَيَعْتَقِدُونَ فِيهِمُ الْإِلَهِيَّةَ وَقَدْ ظَهَرَ هَؤُلَاءِ فِي حَيَاةِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِزِعَامَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبَأٍ الَّذِي كَانَ يَهُودِيًّا وَأَسْلَمَ وَأَرَادَ أَنْ يَكِيدَ لِلْإِسْلَامِ وَأَهْلِهِ ؛ كَمَا كَادَ الْيَهُودُ مِنْ قَبْلُ لِلنَّصْرَانِيَّةِ وَأَفْسَدُوهَا عَلَى أَهْلِهَا ، وَقَدْ حَرَّقَهُمْ عَلِيٌّ بِالنَّارِ لِإِطْفَاءِ فِتْنَتِهِمْ.
“Telah diketahui, bahwa kaum rafidhah –semoga Allah burukkan mereka- telah mencaci para sahabat Radhiallahu ‘Anhum, bahkan ada yang mengkafirkan mereka atau mengkafirkan sebagiannya, mayoritas mereka telah mencela kebanyakan para sahabat dan khalifah, dan mereka mengkultus Ali dan anak cucunyanya, dan mereka meyakini mereka (Ali dan anak cucunya) memiliki sifat ketuhanan. Mereka ini nampak pada masa Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan membuat tipu daya terhadap Islam dan pemeluknya, sebagaimana Yahudi terdahulu telah membuat tipu daya terhadap Nasrani dan pemeluknya untuk merusak mereka. Maka, Ali bin Abi Thalib menghukum mati mereka dengan membakarnya demi menutp fitnah yang mereka hasilkan.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 253. Ar Riasah Al ‘Amah Li Idarat Al Buhuts Al ‘ilmiyah wal Ifta’ wal Da’wah wal Irsyad)
Sementara itu, Syaikh Said bin Ali Wafh Al Qahthani dalam kitabnya, yang berjudul sama, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah berkata lebih luas lagi sebagai berikut:
“Ar Rafidhah, yaitu segolongan dari syiah, mereka melampaui batas (ghuluw) dalam memuliakan Ali Radhiallahu ‘Anhu dan Ahli Bait. Mereka memproklamirkan permusuhan terhadap mayoritas sahabat nabi seperti yang tiga (Abu Bakar, Umar, dan Utsman, pen), mengkafirkan mereka, dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan mengkafirkan orang-orang yang memerangi Ali (yakni Aisyah dan pengikutnya ketika perang Jamal, atau Mu’awiyah dan pengikutnya dalam perang Shiffin, pen).
Mereka mengatakan sesungguhnya Ali adalah Imam yang ma’shum. Alasan kenapa mereka dinamakan rafidhah, karena mereka meninggalkan (rafadhuu) Zaid bin Ali bin al Husein ketika mereka mengatakan berlepas diri dari syaikhain (dua syaikh) yaitu Abu bakar dan Umar. Maka Zaid berkata: “Allah melindungi penolong kakekku” (maksudnya Allah melindungi Abu Bakar dan Umar, yang pernah menolong kakeknya, Ali bin Abi Thalib, pen). Karena itu, mereka meninggalkannya, maka mereka dinamakan rafidhah.
Sedangkan kelompok Zaidiyah mereka mengatakan, kami mengikuti mereka berdua (Abu Bakar dan Umar) dan berlepas diri dari orang yang memutuskan hubungan dengan mereka berdua, dan mereka mengikuti Zaid bin Ali bin al Husein, karena itu mereka disebut Zaidiyah (lebih tenar disebut syiah zaidiyah, syiah yang moderat, pen). (Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 57. Mu’asasah Al Juraisi)
Demikian jahatnya mereka terhadap para sahabat nabi, sampai-sampai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menceritakan:
وفضلت اليهود والنصارى على الرافضة بخصلتين سئلت اليهود من خير أهل ملتكم قالوا أصحاب موسى وسئلت النصاري من خير أهل ملتكم قالوا حواري عيسى وسئلت الرافضة من شر أهل ملتكم قالوا أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أمروا بالاستغفار لهم فسبوهم
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih baik daripada orang-orang Rafidhah dalam dua perkara. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Siapakah orang Yahudi yang terbaik?’ mereka menjawab; para sahabat Musa. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Nasrani; ”Siapakah orang nasrani yang paling baik?” mereka menjawab para,” Hawari ‘Isa. “Aku juga bertanya kepada orang-orang Rafidhah,” Siapakah manusia yang paling buruk?” mereka menjawab,”Sahabat Muhammad -Shallallahu 'alaihi wa sallam-. Begitulah mereka diperintahkan agar beristighfar untuk mereka (para sahabat), tetapi justru mencela mereka…”. (Minhajus Sunnah, Juz. 1, Hal. 27. Tahqiq: Muhammad Rasyad Salim. Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh)
Syi’ah Al Imamiyah Itsna ‘Asyariyah (Imam 12) Menganggap Para sahabat telah Murtad dan Munafik
Syi’ah aliran ‘Imam 12’ adalah syi’ah mayoritas yang ada saat ini. Menurut mereka sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seluruh para sahabat telah murtad, kecuali Abu Dzar, Salman, dan Miqdad. Salah seorang tokoh besar mereka, At-Tusturiy berkata, “Sebagaimana Musa telah datang untuk memberi petunjuk dan berhasil memberi petunjuk kepada banyak orang dari kalangan Bani Israil dan selain mereka, lalu mereka murtad di saat Musa masih hidup dan hanya Nabi Harun ‘Alais Salam saja yang bertahan di atas keimanannya, demikian pula Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah datang dan memberi petunjuk kepada banyak orang, akan tetapi mereka murtad sepeninggal beliau.” (At Tustury, Ihqaqu Al Haq, Hal. 316)
Dia juga berkata, “Mereka sebenarnya tidak memeluk Islam tapi hanya menginginkan kedudukan Nabi….. selalunya mereka menyandang kenifakan dan mengalirkan perselisihan.” (Ibid, Hal. 3)
Inilah tuduhan keji kaum Syi’ah terhadap para sahabat yang telah Allah ‘Azza wa Jalla muliakan dalam Al Quran (nanti akan kami buktikan), dan dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tuduhan ini justru bertentangan dengan perkataan Imam mereka sendiri, yaitu Imam Ja’far Ash Shadiq.
” Sahabat Rasul Shallalahu ‘Alahi Wasallam ada 12 000 orang, 8000 dari Madinah dan 1000 dari Makkah dan 2000 dari Thulaqa.Tidak terlihat diantara mereka orang Qadariyah, Haruriyah, Mu’tazilah ataupun penyembah akal, mereka menangis siang dan malam dan berkata ,” Ambilah nyawa kami sebelum kami memakan roti beragi.” (Hasan Asy Syirazi, Asy Sya’air Al Husainiyah, Hal. 8-9)
Bukti-bukti Kejahatan Pemikiran Syi’ah Terhadap Para Sahabat Nabi
Kami akan buktikan kejahatan mereka terhadap para sahabat, khususnya kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan ‘Aisyah. Juga akan kami paparkan secara global kejahatan mereka terhadap para sahabat nabi lainnya. Walaupun catatan kejahatan mereka terhadap sahabat lain juga sangat banyak.
Kejahatan Terhadap Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhuma
Mereka telah membuat kisah-kisah dusta mengatasnamakan orang-orang mulia. Mereka mengatakan bahwa ketika Ali hendak di bai’at, Ali berkata:” Bertepuklah, Allah telah melaknat dua orang”. (Ash Shafar, Bashirud Darajah Al Kubra, Hal. 412) Dalam As Saqifah, Sulaim Bin Qois mengatakan Ali senantiasa melaknat syaikhani (dua orang Syaikh, yakni Abu Bakar dan Umar). Demikian pula- menurut anggapan mereka- Imam Ja’far Ash Shadiq melaknat keduanya setiap selesai shalat wajib. (Al Kurky, Nufatu Al Lahut, q 6/alif 774/ba’)
Kaum syi’ah juga bersemangat mengarang doa-doa dusta yang berisi laknat atas Abu Bakar dan Umar, lalu mereka mengklaim bahwa doa tersebut dikarang oleh Ali, dan Ali senantiasa membacanya ketika qunut. Semoga Allah Ta’ala memburukkan wajah para pendusta itu.
Diantaranya satu do’a yang berjudul “ Do’a untuk dua berhala quraisy”. Do’a ini merupakan do’a khusus bagi kaum Syi’ah dalam melaknat Syaikhani dan dua putrinya yang menjadi isteri Rasul Shalallohu ‘Alaihi Wasalam. Menurut mereka Ali Bin Abi Thalib Radiyallahu 'Anhu juga berqunut dengan do’a ini dalam shalat witirnya. (Al Kasyani, Ilmu Al Yaqin, 2/701)
Kepada Imam Ahli Bait mereka menisbahkan keutamaan hadits ini- yang semuanya adalah dusta- bahwa barang siapa yang membaca do’a ini sekali Allah akan menulis baginya 70.000 kebaikan, menghapus 70.000 keburukan dan mengangkat 70.000 derajat serta memenuhi puluhan ribu kebutuhannya. (Dhiya’u Ash Shalihin, hal.513)
Bahkan, kaum Syi’ah telah memberikan pembelaan terhadap Abu Lu’Lu’ah seorang kafir Majusi pembunuh Umar Al Faruq. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
وينتصرون لأبي لؤلؤة الكافر المجوسي ومنهم من يقول اللهم أرض عن أبي لؤلؤة واحشرني معه
“Mereka membela Abu Lu’lu’ah, seorang kafir Majusi, dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Allah ridhailah Abu Lu’lu’ah, dan kumpulkanlah aku bersamanya.” (Minhajus Sunnah, Juz. 6, Hal. 370-371) Ya! Semoga mereka dikumpulkan bersama Abu Lu’Lu’ah ....
Ash Shaduq meriwayatkan –riwayat dusta- dari Ja’far Ash Shadiq beliau berkata,” Neraka itu memilki tujuh buah pintu yang akan dimasuki Fir’aun, Hamman dan Qarun….”.(Ash Shaduq, Al Khishal, 2/361-362) menurut mereka, Fir’aun adalah Abu Bakar, Hamman adalah Umar, dan Qarun adalah Abdurrahman bin ‘Auf. (Al Kasyani, Ilmul Yaqin, 2/732)
Inilah sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma.
Kejahatan Terhadap Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu
Kedustaan selanjutnya adalah kejahatan mereka terhadap dzu nurain, Utsman bin Affan. Mereka menjulukinya Na’tsal (anjing hutan jantan), mereka menyebut beliau dengan nama itu karena menurut mereka ada kemiripan yang sangat antara Sahabat Utsman Bin Affan Radhiallahu ‘Anhu dengan anjing hutan jantan. Anjing hutan jantan jika memburu mangsanya ia menyetubuhinya terlebih dulu baru memakannya, sedang Utsman Bin Affan – beliau suci dari tuduhan ini- Ia menetapkan hukum had bagi seorang wanita lalu ia menjima’nya untuk kemudian menyuruh merajamnya. ( At Tusturi, Ihqaq Al Haq, Hal. 306) demikianlah kedustaan mereka.
Mereka menisbatkan sebuah perkataan dusta kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu bahwa ia berkata tentang Utsman,”Hasratnya hanya perut dan kemaluan: Diriwayatkan dari Al Kulaini dengan sanadnya dalam kitab Al Kafi dari Ali Bin Abi Thalib ia berkata dalam salah satu khutbahnya,” Dua orang telah mendahului, dan yang ketiga seperti burung gagak, hasratnya hanya perut dan kemaluanya, celakalah ia jika sayapnya digunting dan kepalanya dipotong niscaya itu lebih baik baginya. (Ibnu Tawus, At Taraf, hal 417)
Bukan hanya itu, kaum Syi’ah juga mengkafirkan Utsman dan orang-orang yang tidak mencela Utsman. Ni’matullah Al Jaza’iri berkata :”Sesungguhnya Utsman dizaman Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan nifak.”
Al Kurky berkata, ”Sesungguhnya orang yang dihatinya tidak memusuhi Utsman, menghalalkan kehormatannya dan tidak meyakini kekafirannya maka dia adalah musuh Allah dan RasulNya, kafir terhadap apa yang diturunkan Allah.” (Al Kurky, Nufhatu Al Lahut, q 57/alif)
Inilah sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap Utsman Radhiallahu ‘Anhu.
Kejahatan Syi’ah Terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
Syi’ah juga mengarang cerita bahwa Aisyah memiliki satu pintu di Neraka yang bakal dimasukinya. Al Ayashy menyandarkan riwayat kepada Ja’far Ash Shadiq Rahimahullah– Dan sungguh ia suci dari apa yang mereka nisbahkan- Ia berkata mengenai tafsir ayat Al Qur’an tentang neraka” "لها سبعة أبواب" ( ia memiliki tujuh pintu):” Jahanam didatangkan,ia memiliki tujuh buah pintu…dan pintu ke enam untuk askar…dst. (Al-Majlisy, Biharul Anwar, 4/378)
Askar adalah kinayah (perumpamaan) dari Aisyah RA, sebagaimana dituduhkan Al Majlisi. Al Majlisi menerangkan dinamakan demikian karena diwaktu perang Jamal beliau mengendarai Unta yang bernama Askar. (Al-Baidlawy, Ash Shiratul Mustaqim, 3/131)
Tak puas dengan ini, kaum syi’ah menjuluki beliau dalam beberapa kitab Syi’ah dengan “Ummu Syurur” (Ibid) yang berarti “ Biang kejelekan” dan “ Syaithanah” (Ash Shaduq, Al-Khishalu, 1/190) artinya “setan perempuan”. Mereka menuduhnya telah berdusta kepada Rasulullah. (Al Kalibiy, Al Ushulu minal Kafi, 1/247) Dan bahwa sebutan “ Khumaira’” adalah gelar yang dibenci Allah. (Al-Muhibbu Ath Thabary, As-Samthu Ats Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin, hal. 30) Jadi menurut Syi’ah, ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha adalah kafir, tidak beriman dan termasuk ahli neraka.
Inilah sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha.
Kejatahan Syi’ah Terhadap Para Sahabat Nabi lainnya
Al Kurki dan Al Majlisi- para pembesar ulama syi’ah- menyebutkan bahwa Ja’far Ash Shadiq –dan sungguh beliau jauh dari apa yang mereka tuduhkan- melakanat setiap kali selesai shalat empat orang laki-laki : At Tamimy Al’Adawy – Abu Bakar dan Umar-, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang perempuan : Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummu Hakam, saudara Muawiyah. (Al Majlisy, ‘Ainul Hayah, hal. 599)
Dalam hal melaknat dan tentang sikap berlepas diri mereka : Ibnu Rahawaih Al Qummi –bergelar Ash Shaduq- dan Al Majlisi menukil ijma’ kaum Syi’ah akan hal tersebut, keduannya berkata:” Aqidah kita dalam Al Bara’ adalah : Kita berlepas diri dari empat berhala : Abu Bakar Umar, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang wanita: Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummul Hakam juga seluruh pengikut serta golongannya. Dan mereka adalah seburuk-buruk makhluq di muka bumi. Dan tidak sempurna iman seseorang kepada Allah, Rasul dan para Imam kecuali setelah bara’ dari musuh-musuhnya”. (Ash-Shaduq, Al Hidayah, Q 110/A dan Al Majlisy, Haqqul Yaqin, hal. 59)
Al Bara’ artinya berlepas diri, memusuhi, dan benci. Demikianlah pengakuan mereka sendiri terhadap para sahabat nabi dan isterinya, bahkan sikap itu menjadi standar keimanan bagi mereka.
Mereka juga menuduh Muawiyah masih saja melakukan kesyirikan dan menyembah berhala meski sudah masuk Islam hingga sekian lama. (Az Zanjani, Aqaid Syi’ah Imamiyah Al Itsna Asyariyah, 3/61). Ia menampakkan keislamannya hanya berselang lima bulan sebelum Nabi wafat. (Al Kurki, Nufhatu Al Nufhatu Al Lahut, qaf 14/ba’-1526/alif) dan masuk Islam hanya karena takut akan pedang (Muhammad Ali Al Hasani, Fi Zhilali At Tasyayu’, hal 286) oleh sebab itu ia hanya muslim namanya saja karena ia masih seperti kaum jahiliyah terdahulu (Murtadha Al Askari, Muqaddimah Mir’atu Al Uqul, 1/38) sampai-sampai matipun di lehernya dikalungi salib (Al Bayadhi, As Sirat Al Mustaqim, 3/50). Muawiyah itu lebih buruk dari Iblis (Al Hali, Minhajul Karamah, hal 116) sikap kezindikannya melebihi Iblis (Mamaqani, Tanqihul Maqal, 3/222). Ia benar-benar seorang pemimpin kesesatan (Ibnu Abi Al Hadid, Syarh Nahju Al Balaghah, 20/15) , Imam kekafiran (Al Murtadha, Asy Syafie, hal.287), Fir’aunnya Umat ini (Ash Shaduq, Al Khisal, 2/457-460) , munafik, keras kepala atau “ngeyel” terhadap Allah, Rasul dan kaum Mukminin. (Muhammad Jawwad Mughniyah, Asy Syi’ah wal Hakimun, hal. 39) Musuh keluarga Muhammad Shallalahu ‘Alahi wa Sallam terutama Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu. (Mughniyah, Asy Syi’ah wal Mizan, hal 255). Ia mati dalam keadaan kafir sehingga ia kekal dineraka.
Mereka melandaskan tuduhan bahwa Mu’awiyah kekal dineraka pada sabda Rasul yang menurut mereka pernah mengatakan,” Allah memperlihatkan kepadaku Hari Kiamat dan huru-haranya dalam tidurku, jannah dan kenikmatannya, neraka berikut azab, aku melihat neraka tiba-tiba aku melihat Muawiyah Bin Abu Sufyan dan Amru Bin Al Ash sedang berdiri diatas bara jahanam dan kepalanya dilempari batu jahanam oleh malaikat Zabaniyah yang berkata kepada keduanya ,” Tidakkah kamu beriman pada kekuasaan Ali ‘Alaihi Salam?!”. (Al Bahrani, Al Burhan, 4/477-478)
Demikianlah setetes kejahatan Syi’ah terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semoga Allah Ta’ala hancurkan mulut-mulut mereka.
2. Sikap Kaum Khawarij
Tentang mereka, berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras sebagai berikut:
وَأَمَّا الْخَوَارِجُ ؛ فَقَدْ قَابَلُوا هَؤُلَاءِ الرَّوَافِضَ ، فَكَفَّرُوا عَلِيًّا وَمُعَاوِيَةَ وَمَنْ مَعَهُمَا مِنَ الصَّحَابَةِ ، وَقَاتَلُوهُمْ وَاسْتَحَلُّوا دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ .
“Ada pun Khawarij, mereka bertolak belakang dnegan syi’ah, mereka mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah dan para sahabat yang mengikuti mereka berdua, mereka memeranginya, dan menghalalkan darah dan harta meraka (Ali dan Muawiyah serta pengikutnya, pen).” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 254)
Demikianlah, kaum Khawarij tidak mengkafirkan sebagian besar sahabat, hanya mengkafirkan para sahabat setekah peristiwa tahkim (arbitrase) pasca perang Shiffin antara kubu Ali yang diwakili Abu Musa Al Asy’ari melawan kubu Mu’awiyah yang diwakili oleh Amr bin Al ‘Ash. Mereka mengkafirkan orang-orang yang ikut peristiwa itu, lantara menurut mereka, para sahabat ini telah melakukan tahkim (menetapkan keputusan) dengan hukum buatan manusia (yakni Abu Musa dan Amr), karena menurut mereka Inil Hukmu Illa Lillah (hukum itu hanya milik Allah).
Jadi, lantaran peristiwa politik ini, berbuntut lahirnya dua gerakan teologi ekstrim, yakni Syi’ah (pengikut) Ali dan Khawarij (dari kata kharaja artinya keluar) yang mengkafirkan Ali. Sementara Ahlus Sunnah yakni jumlah mayoritas bersikap seadil-adilnya, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti.
3. Sikap Kaum Nashibi
Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:
“An Nawashib, mereka memproklamirkan permusuhan terhadap Ahli Bait dan melaknat apa-apa yang ada pada mereka.” (Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 59)
Mereka memusuh Ali, Fathimah, dan semua keturunannya. Perbedaannya dengan khawarij adalah khawarij selain Ahlul Bait dan pengikutnya, juga melaknat Muawiyah dan pengikutnya.
4. Sikap Ahlus Sunnah wal Jamaah
Syaikh Muhammad Khalil Hiras mengatakan:
وَأَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ ؛ فَكَانُوا وَسَطًا بَيْنَ غُلُوِّ هَؤُلَاءِ وَتَقْصِيرِ أُولَئِكَ ، وَهَدَاهُمُ اللَّهُ إِلَى الِاعْتِرَافِ بِفَضْلِ أَصْحَابِ نَبِيِّهِمْ ، وَأَنَّهُمْ أَكْمَلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِيمَانًا وَإِسْلَامًا وَعِلْمًا وَحِكْمَةً ، وَلَكِنَّهُمْ لَمْ يَغْلُوا فِيهِمْ ، وَلَمْ يَعْتَقِدُوا عِصْمَتَهُمْ ؛ بَلْ قَامُوا بِحُقُوقِهِمْ ، وَأَحَبُّوهُمْ لِعَظِيمِ سَابِقَتِهِمْ وَحُسْنِ بَلَائِهِمْ فِي نُصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَجِهَادِهِمْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Ada pun Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka golongan pertengahan antara yang mereka yang ekstrim dan mereka yang meremehkan. Allah telah memberikan mereka petunjuk untuk mengetahui keutamaan para sahabat nabi mereka, dalam umat ini mereka adalah yang paling sempurna keimanan, keislaman, keilmuan dan hikmah. Tetapi mereka tidak pernah melampaui batas terhadap para sahabat, tidak meyakini mereka memiliki ‘ishmah (bebas dari dosa), bahkan mereka bersikap sesuai hak para sahabat, mencintai mereka lantaran terdahulunya mereka dan bagusnya ujian mereka dalam membela Islam dan jihad mereka bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 254)
Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:
“Ahlus Sunnah wal Jamaah, Allah memberikan hidayah kepada mereka untuk tetap di atas kebenaran. Mereka bersikap tidak melampaui batas terhadap Ali Radhiallahu ‘Anhu dan Ahli bait, mereka tidak memusuhi para sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim, tidak mengkafirkannya, tidak pula bersikap seperti golongan Nawashib yang memusuhi Ahli bait.
Bahkan mereka mengetahui hak keseluruhan mereka dan keutamaannya, dan mengikuti mereka serta mengutamakan mereka sesuai urutannya; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali Radhiallahu ‘Anhum. Dan mereka tidak mau memasuki apa-apa (perselisihan, pen) yang terjadi di antara sahabat. Maka, mereka (Ahlus Sunnah) pertengahan antara ekstrimitas rafidhah atau sikap keras khawarij. (Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 59)
Ahlus Sunnah senantiasa menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman mereka dalam hidup, termasuk dalam menyikapi kedudukan para sahabat Radhiallahu ‘Anhum. Ahlus Sunnah bersikap sebagaimana Al Quran dan As Sunnah bersikap.
Pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap Para Sahabat
Allah Ta’ala berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath (48): 29)
Ayat ini begitu jelas pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap orang-orang beriman yang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu para sahabatnya. Kehadiran mereka dan perkembangan jumlah mereka yang begitu pesat membuat jengkel dan marah hati orang kafir. Oleh karena itu Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu mengatakan tentang kafirnya kaum Syi’ah:
لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية. ووافقه طائفة من العلماء على ذلك
“Karena mereka (kaum Syi’ah) marah (jengkel) kepada para sahabat, dan barangsiapa yang marah kepada para sahabat, maka dia kafir menurut ayat ini. Dan sekelompok ulama menyepakati hal itu.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/362. Mu’asasah Ar Risalah)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah mengakui keimanan, mereka diampuni, dan diberikan rezeki bagi para sahabat nabi, kaum muhajirin dan anshar:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfal (8): 74)
Allah Ta’ala juga memuji pergaulan kaum muhajirin dan anshar:
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan kebenaran orang-orang yang ikut hijrah:
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“(juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar. dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr (59): 8-9)
Selain itu, Allah Ta’ala juga menyebut para sahabat dengan istilah khairu ummah (umat terbaik):
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran (3): 110)
Para salaf menafsirkan makna, ‘Kamu adalah umat yang terbaik’ yakni para sahabat yang menyertai Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Inilah tafsir dari Ibnu Abbas sedangkan Umar bin Al Khathab mengatakan itu adalah secara khusus ayat ini untuk para sahabat nabi, dan siapapun bisa menjadi umat terbaik dengan cara amr ma’ruf nahi munkar. Ikrimah mengatakan ayat ini turun tentang Ibnu Mas’ud, Salim pelayan Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab, dan Muadz bin Jabal. Sementara, Adh Dhahak mengatakan itu tentang para saabat nabi. Sementara yang lain mengatakan, bahwa kalian ini adalah umat terbaik jika melakukan syarat-syaratnya, yakni amar ma’ruf nahi munkar. Ada juga yang mengatakan, kalian adalah umat terbaik bagi manusia, lantaran paling banyak merespon Islam. (Jami’ Al Bayan, 7/100-104)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan surga bagi generasi As Sabiqunal Awwalun, kalangan muhajirin dan anshar, dan Allah ‘Azza wa Jalla telah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9); 100)
Ada tiga kelompok sahabat yang disebut dalam ayat ini, pertama, as sabiqunal awwalun. Kedua, muhajirin dan anshar. Ketiga, dan orang-orang yang mengikuti mereka.
Para ulama salaf mengatakan makna As Sabiqunal Awwalun (Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam) adalah orang-orang yang ikut dalam bai’atur ridhwan.[1] Inilah pendapat ‘Amir dan Asy Sya’bi. Ulama salaf yang lain mengatakan mereka adalah yang pernah mengalami shalat dengan dua kiblat, pernah mengalami ketika kiblat masih menghadap Al Aqsha, dan ketika kiblat di pindah ke Ka’bah. Inilah pendapat Abu Musa Al Asy’ari, Said bin Al Musayyib, Muhammad bin Sirin, Asy’ats, dan Qatadah. (Ibid, 14/435-437)
Sedangkan makna ‘dan orang-orang yang mengikuti mereka’ orang-orang yang berislam setelah peristiwa hijrah. Imam Ibnu Jarir berkata:
وأما الذين اتبعوا المهاجرون الأولين والأنصار بإحسان، فهم الذين أسلموا لله إسلامَهم، وسلكوا منهاجهم في الهجرة والنصرة وأعمال الخير.
“Ada pun orang-orang yang mengikuti orang-orang yang pertama hijrah dan kaum anshar dengan cara baik, maka mereka itulah yang memasrahkan dirinya kepada Allah dengan keislaman mereka, mereka menempuh jalan para endahulunya dalam hijrah, menolong, dan melakukan amal kebaikan.” (Ibid, 14/437)
Tentang kemuliaan mereka, Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam ayatNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hasyr (59): 10)
Ayat lainnya:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anfal (8): 75)
Sementara dalam ayat lain, Allah Ta’ala telah memberi ampunan kepada para sahabat, sebagai berikut:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS. At Taubah (9): 117)
Para sahabat yang ikut Bai’atur Ridhwan juga mendapatkan pujian dari Allah Ta’ala:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath (48): 18)
Pada bulan Zulqa’idah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat Al Fath ini, karena itu disebut Bai'atur Ridhwan. Bai'atur Ridhwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
Dan masih banyak ayat-ayat lainnya namun saya kira ini sudah mencukupi.
Pujian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Terhadap Para Sahabat secara Global
Pertama. Hadits ‘Sebaik-baiknya manusia adalah zamanku ...’
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, dan kemudian setelahnya, dan kemudian setelahnya.” (HR. Bukhari No. 2509, 3451, 6065, 6282. Muslim No. 2533. At Tirmidzi No. 2320, dari Imran bin Al Hushain)
Manusia zaman nabi tentunya adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Imam An Nawawi Rahimahullah menerangkan:
الصحيح أن قرنه صلى الله عليه وسلم والصحابة، والثاني التابعون، والثالث تابعوهم
“Yang benar adalah bahwa manusia terbaik adalah zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat, kedua tabi’in, ketiga adalah orang-orang yang mengikuti mereka.” (Syarh Shahih Muslim, Bab Fadhlush Shahabah, No. 4603. Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri:
قوله: "خير الناس قرني" أي أهل قرني. قال الحافظ والمراد بقرن النبي صلى الله عليه وسلم في هذا الحديث الصحابة
“Sabdanya: Sebaik-baik manusia adalah zamanku, yaitu yang hidup pada zamanku. Berkata Al Hafizh (Ibnu Hajar), yang dimaksud pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini adalah sahabat nabi.” (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 6/469. Al Maktabah As Salafiyah. Madinah Al Munawarah)
Kedua. hadits ‘Jangan cela para sahabatku ...’
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Jangan kalian cela para sahabatku, seandainya salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar Uhud itu tidak akan bisa menyamai satu mud-nya mereka bahkan setengahnya.” (HR. Bukhari No. 3470. Muslim No. 2540. At Tirmidzi No. 3952)
Imam Al Baidhawi mengatakan:
مَعْنَى الْحَدِيث لَا يَنَال أَحَدكُمْ بِإِنْفَاقِ مِثْل أُحُد ذَهَبًا مِنْ الْفَضْل وَالْأَجْر مَا يَنَال أَحَدهمْ بِإِنْفَاقِ مُدّ طَعَام أَوْ نَصِيفه
“Makna hadits adalah tidaklah infakkan kalian walau emas sebesar gunung Uhud mampu menyamai keutamaan dan pahala yang sudah diraih oleh salah seorang mereka (para sahabat) yang sebesar satu mud makanan atau setengahnya saja.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/34. Darul Fikr)
Demikian keras larangan mencela para sahabat nabi, namun kaum Syi’ah mencela mereka, dan hal itu sama juga telah mencela orang-orang yang dicintainya.
Ketiga. Keutamaan Ahli Badr, ‘ Lakukan apa saja Allah Telah mengampuni kalian ..’
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم
“Lakukan apa saja oleh kalian, kalian telah diampuni.” (HR. Bukhari No. 2845, 4025, 4608. At Tirmidzi No. 3360, Ibnu Abi Syaibah No. 51, 74. Al Hakim No. 6968, dari jalur Abu Hurairah, katanya: shahih. Ibnu Hibban No. 4798, juga dari jalur Abu Hurairah)
Keempat. Keutamaan para Perserta Bai’atur Ridhwan, ‘Tidak akan masuk neraka orang yang ikut bai’at di bawah pohon ..’
Dalam Al Quran, Allah ‘Azza wa Jalla telah memuji mereka. Berikut adalah pujian dari Rasulullah untuk mereka.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يدخل النار ممن بايع تحت الشجرة
“Tidak akan masuk neraka orang-orang yang berbai’at di bawah pohon.” (HR. Abu Daud No. 4653. At Tirmidzi No. 3795, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 7980)
Dari Jabir juga, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ إِلَّا صَاحِبَ الْجَمَلِ الْأَحْمَرِ
“Benar-benar akan masuk surga orang-orang yang berbai’at di bawah pohon, kecuali pemilik Unta Merah.” (HR. At Tirmidzi No. 3955, katanya: hasan gharib. Al Haitsami mengatakan, hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bazar dari Ibnu Abbas, rijalnya shahih kecuali Hidasy bin ‘Iyasy, dia tsiqah, Majma’ Az Zawaid, 9/161)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan tentang maksud ‘Pemilik Unta Merah.’ Katanya:
قيل : هو الجد بن قيس المنافق
“Dikatakan: dia adalah Al Jadd bin Qais seorang munafiq.” (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 8/157. Maktabah Al Misykat)
Kelima. Menyakiti para sahabat adalah sama dengan menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ وَمَنْ آذَى اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ
“Bertaqwal-lah kalian kepada Allah terhadap hak-hak sahabatku, jangan jadikan mereka sasaran kata-kata keji setelah aku wafat. Barangsiapa yang mencintai mereka (para sahabat) maka dengan kecintaanku, aku akan mencintai mereka (orang yang mencintai sahabat), dan barangsiapa yang membenci mereka, maka dengan kebencianku, aku akan membenci mereka (orang yang membenci sahabat), dan barangsiapa yang menyakiti mereka maka dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa yang telah menyakiti aku, maka dia telah menyakiti Allah, dan barangsiapa yang menyakiti Allah, maka Dia akan memberinya azab.” (HR. At Tirmidzi No. 3954, katanya: hasan gharib. Ahmad No. 19641)
Pujian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Kepada Para Sahabat Secara Personal
Ingin sekali saya memaparkan berbagai keutamaan personal para sahabat, namun karena keterbatasan waktu dan ruang, saya hanya paparkan keutamaan para sahabat yang diserang oleh kaum Syi’ah, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Mu’awiyah. Ini pun hanya sebagian nama-nama saja, sebenarnya lebih banyak lagi para sahabat yang dicela oleh kaum Syi’ah.
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وَاتَّفَقَ أَهْل السُّنَّة عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ أَبُو بَكْر ، ثُمَّ عُمَر . قَالَ جُمْهُورهمْ : ثُمَّ عُثْمَان ، ثُمَّ عَلِيّ . وَقَالَ بَعْض أَهْل السُّنَّة مِنْ أَهْل الْكُوفَة بِتَقْدِيمِ عَلِيّ عَلَى عُثْمَان ، وَالصَّحِيح الْمَشْهُور تَقْدِيم عُثْمَان . قَالَ أَبُو مَنْصُور الْبَغْدَادِيّ : أَصْحَابنَا مُجْمِعُونَ عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ الْخُلَفَاء الْأَرْبَعَة عَلَى التَّرْتِيب الْمَذْكُورَة ثُمَّ تَمَام الْعَشَرَة ، ثُمَّ أَهْل بَدْر ، ثُمَّ أُحُد ، ثُمَّ بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَمِمَّنْ لَهُ مَزِيَّة أَهْل الْعَقَبَتَيْنِ مِنْ الْأَنْصَار ، وَكَذَلِكَ السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ ، وَهُمْ مَنْ صَلَّى إِلَى الْقِبْلَتَيْنِ فِي قَوْل اِبْن الْمُسَيِّب وَطَائِفَة ، وَفِي قَوْل الشَّعْبِيّ أَهْل بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَفِي قَوْل عَطَاء وَمُحَمَّد بْن كَعْب أَهْل بَدْر
“Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa sahabat yang paling utama adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Lalu mayoritas mengatakan: Utsman, kemudian Ali. Sebagian Ahlus Sunnah mengatakan dari Penduduk Kufah lebih mengutamakan Ali dibanding Utsman, yang shahih adalah mengutamakan Utsman. Abu Manshur Al Baghdadi berkata: ‘Sahabat-sahabat kami telah ijma’ bahwa para sahabat yang paling utama adalah khalifah yang empat sesuai urutan yang telah disebutkan, kemudian sepuluh orang (yang dijamin masuk surga), kemudian Ahli Badr, kemudian Uhud, kemudian Bai’atur Ridhwan, dan orang-orang mulia yang ikut serta dalam dua kali Bai’at ‘Aqabah dari kalangan Anshar, demikian juga as sabiqunal awwalun, mereka adalah orang yang pernah mengenyam dua buah kiblat menurut Said bin Al Musayyib, dan menurut Asy Sya’bi mereka adalah pengikut Bai’atur Ridhwan, ada pun menurut Atha’, Muhammad bin Ka’ab, mereka adalah Ahli Badr. (Syarh Shahih Muslim, Muqadimah Bab Fadhailush Shahabah, Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Tentang urutan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, memiliki dasar shahih sebagai berikut:
Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu, berkata:
كُنَّا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَعْدِلُ بِأَبِي بَكْرٍ أَحَدًا ثُمَّ عُمَرَ ثُمَّ عُثْمَانَ ثُمَّ نَتْرُكُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نُفَاضِلُ بَيْنَهُمْ
“Dahulu kami pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidaklah membandingkan Ab Bakar dengan siapa pun, kemudian Umar, kemudian Utsman, barulah kami membiarkan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kami tidak mengutamakan satu sama lain di antara mereka.” (HR. Bukhari No. 3455, 3494)
Keutamaan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِي وَصَاحِبِي
“Seandainya saya mengambil kekasih dari kalangan umatku, maka aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku, tetapi dia adalah saudaraku dan sahabatku.” (HR. Bukhari No. 3456)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (QS. At Taubah (9): 40)
Imam Bukhari meriwayatkan tentang ayat ini:
قالت عائشة وأبو سعيد وابن عباس رضي الله عنهم: وكان أبو بكر مع النبي صلى الله عليه وسلم في الغار
Berkata ‘Aisyah, Abu Said, dan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhum: adalah Abu Bakar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam gua. (HR. Bukhari No. 3692)
Ini juga diceritakan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq sendiri, katanya:
قلت للنبي صلى الله عليه وسلم وأنا في الغار: لو أن أحدهم نظر تحت قدميه لأبصرنا، فقال: (ما ظنك يا أبا بكر باثنين الله ثالثهما).
“Aku berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan saat itu aku sedang di gua: ‘Seandainya salah seorang mereka melihat ke bawah kakinya niscaya kita akan terlihat.” Rasulullah bersabda: “Tidakkah engkau kira wahai Abu Bakar dengan dua orang, Allah-lah yang ketiganya.” (HR. Bukhari No. 3453, 4386, 3707)
Gelar Ash Shiddiq adalah pemberian Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya, setelah peristiwa Isra’ Mi’raj. Abu Yahya berkata, aku mendengar Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu bersumpah:
أن الله أنزل اسم أبي بكر من السماء الصديق
“Sesungguhnya Allah menurunkan nama dari langit bagi Abu Bakar dengan Ash Shiddiq.” (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 14. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Ahad wal Matsani, No. 6, Abu Nu’aim, Ma’rifatu Ash Shahabah, No. 56)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: rijalnya tsiqat (kredibel) (Fathul Bari, 7/9. Darul Fikr. Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi, 10/138. Al Maktabah As Salafiyah) begitu juga kata Imam Al Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 9/41. Darul Kutub Al ‘Ilmiah) sedangkan Imam As Suyuthi mengatakan jayyid shahih (Tarikhul Khulafa’, Hal. 11)
Ucapan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu ini menjadi penegas dustanya kaum Syi’ah. Abu Bakar yang mereka sebut dengan ‘Fir’aun’ justru Ali telah membelanya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أما إنك يا أبا بكر أول من يدخل الجنة من أمتي
“Ada pun engka wahai Abu Bakar, adalah orang perama dari umatku yang akan masuk surga.” (HR. Abu Daud, No. 4652. Ath Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 538. Dishahihkan oleh Al Hakim, Tarikhul Khulafa’ Hal. 20)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah ridha bahwa Abu Bakar adalah penggantinya. Diriwayatkan oleh Jubeir bin Mut’im, dari ayahnya:
أتت امرأة النبي صلى الله عليه وسلم، فأمرها أن ترجع إليه، قالت: أرأيت إن جئت ولم أجدك؟ كأنها تقول: الموت، قال صلى الله عليه وسلم: (إن لم تجديني فأتي أبا بكر).
“Datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka nabi memerintahkannya untuk kembali lagi kepadanya. Wanita itu berkata: ‘Apa pendapatmu jika aku datang tetapi tidak berjumpa lagi denganmu?’ Seakan wanita itu mengatakan: Sudah wafat. Beliau bersabda: ‘Jika angkau tidak menemui aku, maka datanglah kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari No. 3459, 6927, 6794. Muslim No.2386. At Tirmidzi No. 3758)
Imam As Suyuthi telah menulis demikian:
وفي حديث ابن زمعة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرهم بالصلاة وكان أبو بكر غائباً فتقدم عمر فصلى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " لا لا لا يأبى الله والمسلمون إلا أبا بكر يصلي بالناس أبو بكر " . وفي حديث ابن عمر " كبر عمر فسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم تكبير فأطلع رأسه مغضباً فقال أين ابن أبي قحافة " .
قال العلماء: في هذا الحديث أوضح دلالة على أن الصديق أفضل الصحابة على الإطلاق وأحقهم بالخلافة وأولاهم بالإمامة
“Dalam hadits Ibnu Zam’ah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka shalat berjamaah dan saat itu Abu Bakar sedang tidak ada, maka majulah Umar ke depan, Nabi bersabda: “Tidak, tidak, tidak, Allah dan kaum msulimin akan menolak kecuali Abu Bakar, maka Abu Bakar pun shalat (jadi Imam) bersama manusia.”
Dalam riwayat Ibnu Umar: “Umar bin Al Khathab takbir (memimpin shalat berjamaah), maka Rasulullah mendengar takbirnya Umar, lalu dia menampakkan kepalanya dan berkata: “Di mana Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar)?”
Berkata para ulama: “Ini merupakan dalil yang jelas bahwa Abu Bakar merupakan sahabat paling utama secara mutlak, yang berhak dengan khilafah, dan paling utama dalam imamah.” (Tarikhul Khulafa’ Hal. 24)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:
أنت صاحبي على الحوض، وصاحبي في الغار
“Engkau adalah sahabatku di haudh (telaga) dan sahabatku di gua.” (HR. At Tirmidzi No. 3752, katanya: hasan shahih gharib. Alauddin Al Muttaqi A l Hindi, Kanzul ‘Ummal, No. 32559. Al Fadhl Sayyid Abul Ma’athi An Nuri, Al Musnad Al Jami’ No. 8183)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:
من أصبح منكم اليوم صائما؟ " قال أبو بكر: أنا. قال "فمن تبع منكم اليوم جنازة؟ " قال أبو بكر: أنا. قال "فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟ " قال أبو بكر: أنا. قال "فمن عاد منكم اليوم مريضا؟" قال أبو بكر: أنا. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "ما اجتمعن في امرئ إلا دخل الجنة
“Siapakah di antara kalian yang berpuasa pagi ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang ikut meiringi jenazah hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang sudah menjenguk orang sakit hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidaklah semuanya terkumpul pada seseorang melainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)
Keutamaan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:
لقد كان فيما كان قبلكم من الأمم ناس محدثون، فإن يكن في أمتي أحد فإنه عمر
“Telah ada pada zaman sebelum kalian umat manusia yang muhaddatsun, jika ada umatku yang seperti itu, maka Umar-lah orangnya.” (HR. Bukhari No. 3486. At Tirmidzi No. 3776)
Imam An Nawawi menyebutkan, bahwa Muhaddatsun menurut Ibnu Wahab adalah orang yang mendapatkan ilham. Ulama lain: yang zhan (prasangka)nya benar. Ulama lain: diajak bicara oleh malaikat. Imam Bukhari: orang yang selalu berbicara benar, dan merupakan kepastian karamah bagi para wali. (Syarh Shahih Muslim, No. 4411. Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن الشيطان ليخاف منك يا عمر
“Sesungguhnya syetan benar-benar takut kepadamu wahai Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3773, katanya: hasan shahih gharib)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إيها يا ابن الخطاب، والذي نفسي بيده، ما لقيك الشيطان سالكا فجا قط إلا سلك فجا غير فجك
“Wahai Ibnul Khathab, demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidaklah syetan bertemu denganmu di sebuah jalan sedikit pun, melainkan dia akan menempuh jalan lain selain jalanmu.” (HR. Bukhari No. 3120, 3480. Muslim No. 2396)
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu:
ما زلنا أعزة منذ أسلم عمر.
“Kami senantiasa memiliki ‘izzah semenjak keislaman Umar.” (HR. Bukhari No. 3481)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة، فقال: متى الساعة؟ قال: (وماذا أعددت لها). قال: لا شيء، إلا أني أحب الله ورسوله صلى الله عليه وسلم، فقال: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فما فرحنا بشيء فرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فأنا أحب النبي صلى الله عليه وسلم وأبا بكر وعمر، وأرجو أن أكون معهم بحبي إياهم، وإن لم أعمل بمثل أعمالهم.
“Bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kiamat, dia bertanya: “Kapankah kiamat?” Beliau bersabda: “Apa yang kau telah persiapkan?” Laki-laki itu menjawab: “Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya.” Maka Nabi bersabda: “Engkau akan hidup bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata: “Tidaklah ada kebahagiaanku terhadap sesuatu seperti kebahagianku dengan ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Engkau akan hidup bersama orang yang engkau cintai.” Berkata Anas: “Saya mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar, aku berharap bisa bersama mereka dengan kehidupan seperti mereka, walau pun amalku tidaklah sebanding dengan amal mereka.” (HR. Bukhari No. 3485, 5815, 5819, 6734)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن الله جعل الحق على لسان عمر وقلبه
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran atas lisan dan hati Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3765, katanya: hasan shahih gharib. Imam Al Hakim menshahihkan, Al Mutadrak No. 4476 )
Dari ‘Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لو كان نبي بعدي لكان عمر بن الخطاب
“Seandainya ada nabi setelah aku, maka Umar bin Al Khathab orangnya.” (HR. At Tirmidzi No. 3769, katanya: hasan gharib. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 13911)
Dalam beberapa riwayat nama Abu Bakar dan Umar senantiasa digandengkan, di antaranya:
Dari Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
“Ikutilah oleh kalian dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3742, katanya: hasan. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah No. 97. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hadits ini didhaifkan oleh Al Bazzar dan Ibnu Hazm, lantaran Abdul Malik pelayan Rib’iy adalah seorang yang majhul (tidak dikenal). Al Hakim telah meriwayatkan pula penguatnya dari jalur Ibnu Mas’ud, namun sanadnya terdapat Yahya bin Salamah bin Kuhail seorang yang dhaif. Lihat Talkhish Al Habir, No. 2592. Namun menurut Imam Al Munawi hadits ini bisa dikuatkan oleh riwayat dari Ibnu Mas’ud tersebut, lihat Faidhul Qadir No. 1318-1319. Syaikh Al Albani pun menshahihkan riwayat dari Ibnu Mas’ud. Lihat Shahihul Jami’ No. 1144)
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan, bahwa hadits ini menunjukkan bagusnya perjalanan hidup mereka berdua dan isyarat terhadap urusan kekhilafahan mereka berdua, sebagaimana dikatakan oleh Al Munawi. (Tuhfah Al Ahwadzi, 10/147. Al Maktabah As Salafiyah)
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ما من نبي إلا وله وزيران من أهل السماء، ووزيران من أهل الأرض، فأما وزيراي من أهل السماء، فجبرئيل وميكائيل، وأما وزيراي من أهل الأرض فأبو بكر وعمر
“Tidaklah seorang nabi melainkan dia memiliki dua asisten dari penduduk langit, dan dua asisten dari peduduk dunia. Ada pun asistenku dari penduduk langit adalah Jibril dan Mikail, sedangkan asistenku dari penduduk dunia adalah Abu Bakar dan Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3761, katanya: hasan gharib. Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan hadis ini juga dikeluarkan oleh Al Hakim, dia menshahihkannya. Lihat Tuhfah Al Ahwadzi, 10/166 )
Keutamaan Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Amr, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من جهز جيش العسرة فله الجنة . فجهزه عثمان.
“Barangsiapa yang membantu persiapan Jaisyul ‘Usrah, maka baginya surga.” Maka Utsman memberikan bantuan. (HR. Bukhari No. 2626)
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
دخل أبو بكر فلم تهتش له. ولم تباله. ثم دخل عمر فلم تهتش له ولم تباله. ثم دخل عثمان فجلست وسويت ثيابك! فقال "ألا أستحي من رجل تستحي منه الملائكة".
“Abu Bakar masuk kau tidak rapi-rapi untuknya dan tidak peduli. Kemudian Umar masuk kau tidak rapi-rapi untuknya dan tidak peduli. Kemudian masuk Utsman, kau duduk dan merapikan pakaianmu.” Maka Rasulullah bersabda: “Apakah aku tidak malu kepada laki-laki yang malaikat saja malu kepadanya?” (HR. Muslim No. 2401)
Keutamaan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أنت مني وأنا منك
“Engkau adalah bagian dariku, dan Aku pun bagian darimu.” (HR. Bukhari No. 4005)
Umar bin Al Khathab mengatakan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal, beliau dalam keadaan ridha terhadap Ali bin Abi Thalib Radhialllahu ‘Anhu. (HR. Bukhari No. 3497)
Dari Saad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali:
أنت مني بمنزلة هارون من موسى. إلا أنه لا نبي بعدي
“Kedudukanmu terhadapku, sama halnya kedudukan Harun terhada Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi setelah aku.” (HR. Muslim No. 2404)
Keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu
Berkata Ibnu Abi Malikah:
أَوْتَرَ مُعَاوِيَةُ بَعْدَ الْعِشَاءِ بِرَكْعَةٍ وَعِنْدَهُ مَوْلًى لِابْنِ عَبَّاسٍ فَأَتَى ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّهُ قَدْ صَحِبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Mu’awaiyah shalat witir dengan satu rakaat setelah ‘isya, dan di sisinya ada pelayan, lalu pelayan itu mendatangi Ibnu Abbas, berkatalah Ibnu Abbas: Biarkanlah dia, dia adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari No. 3553)
Dari Ibnu Abi Malikah, dia berkata:
قيل لابن عباس: هل لك في أمير المؤمنين معاوية، فإنه ما أوتر إلا بواحدة؟ قال: أصاب، إنه فقيه.
Ditanyakan kepada Ibnu Abbas: apakah engkau tahu tentang amirul mu’minin Mu’awiyah, bahwa dia tidaklah witir kecuali satu rakaat?, Ibnu Abbas berkata: “Dia benar, dia itu seorang faqih (faham agama).” (HR. Bukhari No. 3554)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
وَقَوْله : " دَعْهُ " أَيْ اُتْرُكْ الْقَوْل فِيهِ وَالْإِنْكَار عَلَيْهِ " فَإِنَّهُ قَدْ صَحَّتْ " أَيْ فَلَمْ يَفْعَل شَيْئًا إِلَّا بِمُسْتَنَدٍ
Ucapan Ibnu Abbas (tinggalkan dia) artinya biarkan dia. Ucapan ini di dalamnya terdapat pengingkaran atas pelayan tersebut, sesungghnya Mu’awiyah telah benar, artinya tidaklah dia melakukan sesuatu melainkan memiliki sandaran. (Fathul Bari, 7/104)
Keutamaan ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
‘Aisyah berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadaku:
يا عائش، هذا جبريل يقرئك السلام). فقلت: وعليه السلام ورحمة الله وبركاته، ترى ما لا أرى. تريد رسول الله صلى الله عليه وسلم.
“Wahai ‘Aisyah, ini Jibril kirim salam buatmu.” Aku menjawab: “ ’Alaihissalam wa Rahmatullah wa Barakatuh, kau melihat apa yang aku tidak lihat.” Yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (HR. Bukhari No. 3557, 3045)
Berkata Abu Musa Al Asy’ari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وفضل عائشة على النساء كفضل الثريد على سائر الطعام
“Keutamaan ‘Aisyah dibanding para wanita adalah seperti keutamaan At Tsarid di atas semua makanan.” (HR. Bukhari No. 3230, 3558)
Ats Tsarid adalah roti yang dibubuhi daging, dan makanan paling bergengsi saat itu.
Demikianlah. Pandnagan Al Quran dan As Sunnah terhadap ara sahabat secara global dan khusus. Sebenarnya masih sangat banyak, namun ini sudah cukup mewakili sikap Ahlus Sunnah terhadap para sah<>
0 comments:
Posting Komentar