Home » » Jilbab Merah Jambu, Penjual Berita

Jilbab Merah Jambu, Penjual Berita




Namanya Yana, gadis kecil yang aku kenali tadi pagi di kampus. Periang. Sama dengan gadis-gadis kecil seumurannya yang selalu tampil ceria. Satu dua titik keringat kulihat merembes dari pori-pori keningnya, padahal hari pada waktu itu cukup bersahabat. Mentari seperti agak menutup diri dan setengah bersembunyi di balik awan. Aku pikir, mungkin itu karena ransel yang dibawanya cukup berat, apalagi bagi anak kecil seusia Yana.

“Koran, kak.” Tawarnya.

Beberapa hari terakhir aku sering melihat Yana di kampus. Dengan beberapa lembar koran yang memenuhi lengannya, tak jenuh ia berkeliling kampus untuk mencari “mangsa”, berharap ada orang yang membutuhkan berita yang selalu ia bawa. Kupandangi wajahnya. Manis. Dengan balutan jilbab merah jambu yang sesekali bergoyang-goyang mengikuti irama tubuhnya ketika berlari-lari kecil.
 
“Yana sekolah gak, kelas berapa?” Tanyaku setelah mempersilahkannya duduk di sampingku dan menanyakan alamat rumahnya.
“Sekolah, kelas lima, eh kelas enam.”
Hufh, Alhamdulillah. Setidaknya itulah yang membuat kami, para pendidik senang mendengarnya.

“Siapa yang nyuruh jualan Koran?” lanjutku.
“Mau sendiri, lagian kan libur kan, Kak. Tinggal satu minggu lagi.” Jawabnya.
“Jualan koran uangnya untuk apa?”
“Ditabung, kasikan Ibu untuk belanja”.

Deg. Kata-kata sederhana itu meluncur dari bibir seorang anak kelas enam SD. Anak yang biasanya menghabiskan waktu liburannya untuk tamasya, liburan atau sekedar duduk manis di depan televisi untuk  nonton Barbie. Tapi tidak dengan Yana. Dengan ramah ia menawarkan Koran pada setiap orang yang lewat. Matanya menari kesana-kemari. Seolah berjaga-jaga jangan sampai ada satu orang pun yang terlewat. Berharap tiap harinya koran yang ia bawa habis, dan ia pulang dengan membawa puluhan ribu rupiah untuk ia berikan ke orang tuanya untuk tambahan belanja.

Yana. Gadis kecil yang ceria. Semangat. Seolah tanpa beban. Tak kenal lelah.
Sejenak, aku bercermin padanya. Dan kudapati kami tak sama.

Aku selalu merasa trenyuh  setiap kali melihat anak-anak kecil seusia Yana berdiri, berlari dan menawarkan jualannya. Sesekali ada yang membeli, mata mereka berbinar-binar. Dengan cekatan memberikan satu eksamplar berita tulis tersebut. Dengan peluh yang seolah telah bersahabat dekat dengannya.

Entah apa yang ada dalam pikiran anak-anak seperti mereka. Ketika haknya sebagai anak-anak tidak ia dapatkan. Hak memperoleh pendidikan. Hak mendapatkan kasih sayang. Hak untuk bermain. Meskipun aku tak yakin mereka tahu bahwa mereka punya hak untuk itu. Terkadang mereka harus dewasa sebelum waktunya. Namun sepertinya mereka tetap tegar dan menerima ‘nasib”. Tidak mengeluh, meskipun mesti berjalan dengan ransel seberat kira-kira tiga kilogram setiap harinya yang senantiasa melekat di punggungnya.

Itulah kondisi di sekitar kita. Realita yang ada.
Lalu kita bisa apa???????????
Entahlah.
Mungkin saat ini, hanya rasa iba, trenyuh, sedih, yang dapat kita ekspresikan. Sampai entah pada suatu hari nanti, Allah memberikan rizki yang banyak, supaya kita bisa membuat yayasan khusus untuk anak-anak yang kurang mampu. Kita tanggung semua biaya hidup dan pendidikan mereka.
Kita ambil mereka dari jalan. Kita beri mereka motivasi untuk belajar. Dan kita ajarkan mereka sesuatu yang bisa mereka bawa sebagai bekal hidup. Hidup di dunia, juga akhirat.
Sehingga kita bisa tetap tersenyum….. Menyaksikan mereka belajar. Belajar. Dan belajar.

“Berapa satu, ni?”
“Dua ribu, kak.”

“Makasi kak.” Senyumnya menerima uang yang ku ulurkan, mengakhiri perkenalan kami. Ia pun berdiri dan siap dengan tantangan hari itu. Tantangan yang pasti lebih berat dan berarti daripada sekedar nonton Barbie.

Semangat Yana.
Tetaplah tersenyum.
Kakak yakin, hidupmu akan memiliki banyak cerita.


“Kita tidak selalu bisa membangun masa depan untuk generasi muda. Tapi kita bisa membangun generasi muda untuk masa depan.” (Franklin d Roosevelt)


0 comments:

Posting Komentar

Kalender Hijriah

 
Copyright © 2013. LDSI At-tarbawi - All Rights Reserved
Published by LDSI At-tarbawi
Proudly powered by Blogger